Kalau belum membaca cerita pertama silahkan baca dulu disini.
Semakin dekat hari H semakin menyebarlah kabar pernikahanku, khususnya di teman – teman ‘komunitas’. Ada 2 moment yang menancap begitu dalam di benak saya hingga kini. Moment pertama, saat itu saya sedang takziah bertemulah saya dengan seorang teman ‘komunitas’ yang kebetulan juga lagi takziah, dalam obrolan dari tempat parkir beliau membuka obrolan yang kurang lebih begini, “dengar kabar katanya Antum mau nikah dengan Elis? Antum sudah yakin? Antum sudah tahu benar info tentang Elis?” Degggg saya kaget ditodong dengan pertanyaan “menggembosi” seperti itu –lemes, pucat langsung bereaksi di tubuh saya. Kemudian saya pun menimpali, “info yang mana pak? Emang Elis kenapa pak? Kok kayaknya ada sesuatu yang penting”. Teman saya menjawab “Dia kan pernah sakit ‘Daging tumbuh’”, mendengar jawaban seperti itu saya pun lega, “ouw itu pak, kalau itu saya sudah tahu, di biodata kan sudah ada pak”, balas saya. Memang mbak Elis pernah punya penyakit ‘daging tumbuh’ (jinak) dan sudah di operasi, dan Alhamdulillah sudah sembuh. Apa yang membuat saya tetap menerima mbak Elis dan tidak mempersoalkan point SAKIT yang ada di biodata beliau saat proses taa’ruf?. Adalah Buku Triloginya Hiromy Sinya (Salah satu buku terbaik yang pernah saya beli ) yang berjudul “The Miracle Of Enzyme”, “Mukjizat Mikroba (The Microbes Factor)”, dan “Terapi Enzim” yang membuat saya punya pandangan yang lebih bijak soal sakit, sehat, gaya hidup, pola makan, dan keabadian penyakit. Review saya terhadap salah satu buku tersebut bisa dibaca disini.
Moment kedua adalah ketika salah satu senior ‘Komunitas’ (akhwat) berkomentar “Toha ke yen karo Elis ae gelem tek ora kat ndisik” (Toha kalau cuman sama elis mau kok gak dari dulu). Kabar ini saya dapat dari sebuah sumber yang tak diragukan keabsahannya. Astaghfirullah saya hanya bisa mengelus dada (dada sendiri tentunya). Betapa omongan itu terasa merendahkan mbak Elis, seakan beliau sudah tahu lahir batin 100% pribadi seorang mbak Elis. Mungkin beliau yang berkata seperti itu lupa kalau saya sebelumnya sudah mengajukan biodata 4 bulan lamanya –lewat jalur– dan tidak direspon sama sekali, yang akhirnya tanpa dinyana ada seorang teman yang menjembatani saya dengan mbak Elis.
“Biarlah semua berlalu dengan segala lakunya, teruslah melangkahkan hati, biarlah semua itu menjadi pupuk kehidupan yang akan menyuburkanmu kualitas jiwa”
Tibalah hari kamis, satu hari menjelang peristiwa penting dalam hidupku. Hari kamis ini menjadi hari paling melelahkan dalam puncak persiapan menuju hari pernikahan. Waktu berjalan begitu cepat, hingga menjelang ashar saya masih disibukkan urusan di dalam rumah. Setelah ashar barulah saya mulai bergerilya menyelesaikan satu persatu agenda yang sudah saya rencanakan. Menyebar undangan “tilikk’an” untuk hari minggu, membeli mas kawin, dan juga mencari pinjaman Jas. Mengapa tidak dari kemarin saya mempersiapkannya? Semua karena situasi dan kondisi yang tidak mendukung. Menyebar undangan baru selesai menjelang isya, sehabis isya saya bergegas langsung membeli mas kawin. Apa mas kawin yang diminta mbak Elis? Seperangkat alat sholat. Akhirnya seperangkat alat sholat pun berhasil saya dapatkan. Saya beli di toko Enggal Dua seharga Rp.320.000. Setelah mengantarkan pulang mas kawin kerumah, saya bergegas memacu sepeda saya menuju rumah seorang teman untuk meminjam seperangkat Jas lengkap. Sekitar pukul 22.30 akhirnya saya tiba kembali di rumah
“Menthong” makan malam pun menjadi penutup lelah hari ini. Ketika jam sudah berganti hari (jum’at) saya pun memastikan lagi apakah persiapan untuk besok sudah beres semua. Sekelebat ingatan saya menuju sepatu yang akan saya pakai besok. Waduwh iya sepatu belum saya semir dan juga kaos kaki belum saya cari di lemari -maklum sudah lama di anggurin-. Akhirnya kaos kaki tak ketemu, semirpun sudah tidak ada. Akhirnya ditengah dini hari dalam pergantian hari saya meluncur menggenjot sepeda menuju Alfamart untuk membeli kaos kaki dan semir sepatu. Dinginya malam tak menjadi persoalan. Alhamdulillah untung Alfamart ada yang buka 24 jam.
Alhamdulillah segala persiapan sudah dipersiapkan. Tak terasa sudah lewat pukul 1 dini hari. Hari sudah memasuki jum’at, 7 jam lagi menuju penghulu. Saya pun merebahkan badan menuju tidur penghapus lelah. Memejamkan mata dengan penuh bahagia, tak sabar menunggu matahari segera bersinar sebagai pengantar menuju ke pelaminan.
“Mbak Elis, tunggulah kedatanganku dengan penuh suka cita”
(Bersambung) Cerita lanjutannya silahkan baca di sini => http://www.tohazakaria.com/cerita-nikah-toha-zakaria-elis-zanaresti-3-selesai/
Salam Penuh Berkah
Toha Zakaria, 7 September 2014.
terharu :” emang kenapa sama orang yg pernah sakit? Ga boleh punya pasanga gitu? u,u saya jadi mikirin masa depan saya, apalgi saya punya penyakit yg mungkin lebih parah dari mbak elis #curcol hahahaha..
Comment by Dewi Puspita Sari — September 17, 2014 @ 10:15 am
Wi, tetap semangat ya, semakin sehat semakin bahagia penuh sukses
Comment by TOHA — September 18, 2014 @ 7:53 pm
pak Toha Zakaria tulisane mantap.
selama ini aku merasa tidak yakin…setelah baca tulisan pak Toha saya begitu yakin menerima kekurangan (penyakit) calon pasangan kita, terima kasih pak.
Comment by Yuli Nur Cahyo — September 18, 2014 @ 8:00 pm
Mas Yuli, Alhamdulillah bisa turut menginspirasi. tetap semangat mas. saya doakan yg terbaik dari jauh ya
Comment by TOHA — February 19, 2015 @ 11:37 am
Bagaimana caranya Mas Toha bisa se-legowo itu menerima calon istri yang kata orang begini begitu??
# saya BT*
*butuh tausyah
🙂
Comment by rahma — October 17, 2014 @ 4:43 pm
secara akal, saya mengembalikan pada pelajaran hidup yang telah menmani saya selama 29 tahun. secara hati, saya menyerahkan kepada Allah SWT
Comment by TOHA — October 18, 2014 @ 5:24 pm