Ikatlah Ilmu Dengan Menuliskannya, Dengan Menge-Blog-kannya Rumah Inspirasi Toha Zakaria

September 4, 2015

Cerita Tentang Itikaf, Cuci Otak, dan Cuci Laundry

Filed under: Inspirasi Pribadi — Tags: , — TOHA @ 7:00 am

Toha-miftah-arwan
Alhamdulillah Ramadhan tahun ini saya bisa melaksanakan itikaf kembali seperti tahun kemarin. Ritual yang jarang saya lakukan selama 8 tahun merantau di ibukota, 8 tahun menjadi pekerja pabrik. Karena disibukkan urusan kerja dan hiruk pikuk mudik. Itikaf kali ini bertempat di Masjid Agung Darul Falah, barat Alun-alun Pacitan. Ini adalah kali ketiga saya itikaf di sini. Yang pertama adalah sepuluh tahun yang lalu ketika masjid ini belum direnovasi besar-besaran, yang kedua adalah Ramadhan tahun lalu, setahun setelah resign kerja.

Kisah pun dimulai…

Di sebuah sore hari ke dua itikaf, tepatnya hari ke dua puluh satu puasa. Ketika saya hendak ke tempat wudhu tiba – tiba pandangan saya terhenti pada sosok yang menarik perhatian saya, menghentikan langkah saya. “ini kayaknya adik kelas saya waktu SMA, tapi kok kurang yakin ya” sekilat saya menerka-nerka sebelum terlanjur menyapa pada orang yang salah. Sempat berlempar pandangan namun dia juga diam. Dia terlihat bingung sedang mondar-mandir di depan papan informasi yang ada di emper selatan masjid. Akhirnya saya mengurungkan niat menyapa dan meneruskan langkah ke tempat wudhu. Dalam perjalanan sepulang dari tempat wudhu, peci masih saya lepas, saya kembali ketemu sosok tadi, dan akhirnya diapun menyapa saya duluan. “Mas Tohaaaa?” secepat saya balas “Miftah?”, sama-sama ragu dengan sosok yang ada di depan masing-masing.

Akhirya dua sahabat yang sudah hampir 10 tahun tidak berjumpa dipertemukan oleh Allah di sebuah pertemuan tak terduga. Sejenak kami melepas rindu dan saling bertukar cerita hidup. Ternyata dia sedang bingung mau mencari info seputar itikaf, dan jadilah akhirnya saya ajak ke lantai dua untuk bergabung bersama peserta itikaf yang lain. Menjelang maghrib tiba, segelas teh selesai saya seduh untuk dihidangkan kepada sahabat yang lama tak bertemu sebagai penghangat suasana. Segelas teh hangat yang sekedar hal sederhana, namun mampu mempererat dua sahabat yang sudah lama tak berjumpa.

Di sela – sela santap sahur, Miftah mengutarakan niatnya untuk mengajak seorang temannya untuk ikut gabung itikaf, saya pun mendukungnya meski saya tidak tahu siapa teman yang dimaksud. Ternyata teman yang mau diajak bergabung adalah teman yang ada di Pare-Kediri. Teman yang belum lama dikenalnya, teman yang juga murid les di kampung inggris Pare-Kediri. Arwan, nama teman yang hendak diajak itikaf tersebut. Seorang kelahiran Riau yang besar di Jakarta. Hanya bermodal petunjuk singkat “berangkatlah ke pacitan dengan naik bis dari Kediri ke Jombang lanjut ke Ponorogo, kalau sudah sampai Ponorogo nanti saya jemput dengan sepeda motor”, Akhirnya Arwan berangkat menuju Pacitan mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Miftah.

Sepanjang perjalanan menuju Ponorogo beragam pertanyaan berseliwean di benak Arwan, pertanyaan – pertanyaan seperti “Itikaf itu seperti apa sih? Nanti pas itikaf saya tidur dimana? Apakah pakaian yang saya bawa sudah sesuai untuk itikaf? Pacitan itu dimana sih?”. Dan sampailah akhirnya Arwan di Ponorogo. 10 menit, 20 menit, 40 menit menunggu, Miftah tak juga kunjung muncul. WA tak ada respon, di telpon tak dijawab, akhirnya setelah melewati 1 jam sosok yang ditunggu datang juga. Berangkatlah mereka berdua menuju pacitan mengendarai sepeda motor. Dijemput naik motor, pikiran arwan pun mengira paling 10 menit atau 15 menit sudah tiba di Pacitan. Dijemput menggunakan motor telah membiaskan Arwan dalam memprediksi seberapa jauh Pacitan-Ponorogo itu.

Hampir satu jam berlalu, garis finish pacitan tak kunjung terendus. Jalan yang naik turun, meliak-liuk, berbelak-belok, kanan-kiri hutan batu, membuat Arwan semakin penasaran dengan yang namanya Pacitan. Bayangan daerah terpencil jauh dari keramaian kota menghiasi rasa penasaran di benak Arwan. Dan ketika laju motor dihentikan oleh bensin yang habis dan maghrib yang sebentar lagi tiba, pandangan Arwan tertuju pada sebuah ATM BNI, segeralah Arwan menuju ATM untuk mengambil uang sebagai antisipasi prasangka dalam benak Arwan bahwa “di Pacitan sepertinya gak ada ATM”. Menjelang Isya akhirnya mereka berdua tiba di Pacitan. Arwan tercengang, tak seperti yang di prasangkakan di awal, ternyata di pacitan ada banyak ATM, ternyata Pacitan jauh dari bayangan kota tanpa ada fasilitas ATM. Dan segeralah mereka berdua bergabung dengan peserta Itikaf di lanti dua Masjid Agung Darul Fallah Pacitan.

Selain rutin menghadiri Kajian Tahsin selepas subuh, Arwan juga belajar Alquran dengan beberapa teman peserta itikaf. Disinilah perjalanan spiritual bagi Arwan di mulai. Di Itikaf inilah dia menemukan kedamaian hati yang sebelumnya jarang dia temukan. Di sinilah dia bertemu dengan orang-orang yang baru dikenal namun terpancar ketulusan di wajah mereka. Disinilah dia bertemu dengan orang tipe SKSD, sok kenal sok dekat ?. Selama Itikaf bayang-bayang sosok ibu kembali membekas segar dalam ingatan Arwan, sosok yang begitu dekat dan penuh perhatian. Sosok ibu yang belum genap setahun meninggal dunia telah menjadi pemantik ampuh dalam muhasabah diri selama itikaf. Tak jarang air pembersih mata menjadi hiasan hari-hari menjalani itikaf.

Dihari puasa ke-25 Arwan dalam kebingungan terkait pakaian kotor yang sudah beberapa hari menumpuk belum dicuci. Di masjid tidak memungkinkan untuk mencuci pakaian, lebih tepatnya tidak memungkinkan untuk menjemur pakaian. Panitia itikaf pun tidak ada layanan untuk urusan ini. Akhirnya terbesit ide untuk membawa ke laundry. Saya pun menawarkan diri untuk mengantar ke tukang laundry. Namun betapa terkejutnya ketika mendapati jawaban dari tukang laundry bahwa bisa diambilnya siang hari puasa hari terakhir. Saya tak menyerah dan berpindah ke jasa Laundry yang ke-2. Jawaban tukang laundry kedua malah lebih heboh lagi, pakaian bisa diambil sore hari lebaran hari pertama…wow saya sungguh kaget. Mungkin ini efek detik-detik mendekati lebaran yang mana banyak para perantau yang tiba di Pacitan dan membuat tukang laundry kebanjiran order. Tetap saja saya tak habis pikir, kok bisa selama itu ya. Kalau hari terakhir puasa atau bahkan lebaran cucian baru bisa diambil, lalu nanti Arwan mau pakai baju apa. Akhirnya diam-diam pakaian saya bawa kerumah, saya cuci, kemudian sore hari pas sudah kering saya ambil lagi.

Sosok Miftah begitu membekas dalam perjalanan hidup Arwan. Miftah lah yang kembali mengenalkan sisi spiritual yang selama ini telah kering dari kehidupan Arwan. Miftah seperti seorang saudara bagi Arwan, bahkan lebih dari itu. Inilah takdir Allah yang akhirnya seperti tak terduga membawa Arwan sampai di Pacitan, kota yang pertama kali ini dia kunjungi. Tidak hanya perjalanan fisik yang telah dilalui namun juga perjalanan spiritual yang begitu membekas dan menghentak sanubari. Arwan terngiang jelas detik-detik sebelum dia memutuskan untuk pergi ke Pacitan mengikuti ajakan Miftah. Waktu itu dia diantara jalan persimpangan, antara pilihan ke pacitan untuk ikut itikaf yang mana masih sangat asing ditelinganya, atau ikut rombongan teman-teman yang kebanyakan non muslim untuk pergi “pesta” ke Malang. Alhamdulillah akhirnya pilihan pertamalah yang dipilihnya. Betul kata Pak Subi, salah seorang tetua Itikaf, bahwa Arwan seperti telah mengalami Isro’ Miraj. Isro’, perjalanan dari Kediri ke Pacitan, dan Miraj’, transformasi spiritual selama itikaf di dalam masjid.

miftah diputra arwan

Ketika penutupan itikaf di hari terakhir pagi, saat sesi pesan-kesan dari peserta, saat giliran Arwan mengungkapkan testimoninya, saat itulah sebuah uraian kata yang meluncur tak terbendung dari sebuah rasa syukur seorang Arwan yang telah mengalami lompatan spiritual dimasa Itikaf. Air mata mengalir yang akhirnya membuat Arwan terbata-bata berkata-kata. Tak terasa air mata saya ikut menetes mendengar kesaksian Arwan setelah mengikuti Itikaf pertama dalam hidupnya. Jika selama ini dia berkecukupan harta namun merasa kering kebahagiaan, jika sebelumnya seorang Arwan jauh dari kata taat dari ajaran beragama, jika sebelumnya Arwan dekat dengan kehidupan hura-hura, jika sebelumnya dia telah biasa memakai sampo sebotol harganya cukup untuk membeli sampo saya selama setahun, maka akhirnya dia, menemukan hakikat kebahagiaan yang selama ini dicari, menemukan kenikmatan dalam taat beragama, menemukan kesederhanaan yang menentramkan yang jauh dari hura-hura, menemukan sampo merang seharga 3 ribu sebotol yang ternyata cocok dikepala tanpa harus berjuta-juta.

Dari semua peserta itikaf, Kami bertiga keluar paling terakhir. Selepas isya di malam takbir lebaran, kami bertiga keluar dari masjid Darul Falah untuk mengakhiri Itikaf. Saya pulang menuju Nanggungan, sedangkan Arwan pulang kerumah Miftah yang ada di Baleharjo. Sekitar jam 10 malam kami bertiga bertemu lagi di Baleharjo, dilanjutkan di warung kupat tahu penceng. Meluncur kata-kata “enak,, enak” ketika Arwan melahap Kupat tahu, makanan yang baru kali ini dicicipi olehnya. Menurut Arwan hidangan berbuka dan sahur selama Itikaf terasa sangat cocok di lidahnya, dan dia pun menyimpulkan kalau makanan di pacitan enak-enak. Beberapa kali ketika saya dan Miftah ngobrol dengan bahasa Pacitan yang tidak dimengerti oleh Arwan, dia pun berkelakar “Hei kalian berdua ngomong apaan? Jangan – jangan mau meracun saya ya”…hahahahaha

Hari sabtu pagi, hari kedua idul fitri akhirnya Arwan benar – benar meninggalkan Pacitan. Berangkat menuju Jakarta menggunakan pesawat melalui Jogja. Sesampainya di Jakarta, berjumpa dengan Ayah tercinta melepas kangen seakan lama tak berjumpa. Ayahnya pun heran, ada pancaran perubahan besar pada diri anaknya, perubahan positif tentunya. Jadi rajin ke masjid, tidak lagi memakai pakaian – pakaian gaul, lebih sering pakai sarung, dan mengaji Alquran. Bahkan pembantu yang ada di rumah sampai menitikkan air mata haru melihat perubahan yang dialami Arwan. Namun teman – temannya berkomentar lain melihat perubahan yang ada pada diri Arwan, lebih tepatnya teman – teman yang selama ini menjadi partner dalam menjauhkan dari kehidupan tanpa kontrol. Kata mereka, Arwan telah dicuci otaknya, karena telah berubah aneh… hahahaha.

Semoga bermanfaat.

Salam Penuh Berkah
Toha Zakaria.

No Comments »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URL

Leave a comment

Powered by WordPress