“Ini jenis buku yang bikin candu. Saya tak mampu berhenti membalik halaman sampai tamat.” A. Fuadi- (penulis Negeri 5 Menara).
“Dahlan Iskan Jadi tersangka Korupsi”, Judul sebuah berita yang saya baca belum lama ini. Kabar tersebut benar – benar membuat saya kaget. Banyak pertanyaan yang berseliweran dalam benak saya. Seketika pikiran saya teringat dengan buku yang belum lama ini selesai saya baca. Buku tersebut berjudul “Sepatu Dahlan”. Buku setebal 390 halaman tersebut saya dapatkan dari istri saya, yang kalau di toko buku saat ini buku “Sepatu Dahlan” dibanderol seharga Rp 62.500. Saya jadi ragu dengan kebenaran berita seputar Dahlan Iskan yang lagi beredar akhir – akhir ini. Saya sangat meragukan seorang Dahlan Iskan melakukan korupsi. Keraguan saya tersebut terpatri yakin setelah membaca kisah hidup beliau di masa lalu yang tertuang di buku best seller “Sepatu Dahlan”.
Dalam buku “Sepatu Dahlan” diceritakan kisah hidup Dahlan Iskan yang penuh kepahitan. Buku tersebut mengangkat kisah Dahlan Iskan ketika mulai masuk SMP hingga lulus Aliyah. Dahlan Iskan yang dibesarkan dalam keluarga yang jauh dari kemapanan. Jika kebutuhan pokok manusia itu mencakup tiga hal, yaitu sandang, pangan, dan papan, maka dalam kehidupan Dahlan Iskan baru papan atau tempat tinggal lah yang sudah terpenuhi. Sedangkan untuk urusan makan dan pakaian jauh dari kata mencukupi. Untuk urusan makan, Dahlan Iskan sudah sangat terbiasa berjumpa dengan rasa lapar yang mengulur-ulur panjang. Bahkan ketika perut lapar dan tidak kunjung mendapati makanan, sudah menjadi senjata andalan mengganjal perut dengan sarung yang digulung demi mengurangi perihnya rasa lapar. Begitu sederhana makanan yang istimewa dalam rumus keluarga Dahlan. Nasi tiwul + sambel sudah merupakan makanan yang istimewa baginya. Singkong rebus dan umbi – umbian sejenis menjadi makanan istimewa yang mungkin seperti pizza di zaman sekarang.
Silahkan perhatikan nukilan yang berikut ini :
“Pak, ndak ada tiwul?
Bapak tersenyum lembut, “Puasa dulu Le.”
Aku mengangguk mendengar jawaban Bapak sambil memegang perut yang mulai terasa perih. Sebenarnya ingin sekali mengatakan betapa laparnya perutku, tapi jawaban Bapak sudah menerangkan segalanya, tak ada lagi yang patut dipertanyakan.
Dahlan Iskan dibesarkan dalam keluarga yang disiplin dan punya etos kerja keras. Semua berawal dari keterbatasan finansial yang merongrong kehidupan keluarga Dahlan. Dan karena keterbatasan finansial pula urusan perut kenyang menjadi sebuah hal sulit untuk diwujudkan dalam keseharian. Saya jadi menduga-duga, jangan – jangan penyakit yang pernah diderita Dahlan Iskan yang mengharuskannya menjalani cangkok liver, adalah dampak dari kebiasaan masa lalu yang sering bergumul dengan rasa lapar berkepanjangan dan berulang-ulang dalam waktu lama.
Lalu apa makna dibalik judul “Sepatu Dahlan” dari novel ini?. Begini, berawal dari kondisi keluarga yang penuh keterbatasan, yang untuk makan saja susah, apalagi untuk membeli sepatu. Dari situlah Dahlan sudah terbiasa sekolah tidak memakai sepatu alias nyeker. Berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki berkilo – kilo meter tanpa alas kaki, yang membuat kakinya sering mengalami siksaan jalanan. Sepatu adalah barang yang amat mewah bagi Dahlan, dan begitu membayang dalam benak impiannya. Memiliki sepatu menjadi hiasan dalam angan – angan dahlan sepanjang SMP hingga Aliyah. Sepatu adalah simbol dari sebuah kesederhanaan yang belum terwujud. Lebih dari itu, kesederhanaan dalam novel “Sepatu Dahlan” berbalut dengan etos kerja keras yang ditularkan oleh Bapak-Ibu Dahlan benar – benar memberikan pelajaran berharga bagi para pembaca. Bagian yang juga turut mengharukan novel ini adalah ketika Ibu Dahlan jatuh sakit yang kemudian akhirnya meninggal. Pada bagian ini turut membuat air mata saya menetes, karena mungkin saya sudah pernah merasakan bagaimana rasanya kehilangan ibu di masa – masa sekolah.
Dengan kisah kehidupan masa lalu Dahlan Iskan yang luar biasa hebat, pahit, dan penuh pelajaran, membuat saya ragu dengan keabsahan berita Dahlan Iskan ditetapkan menjadi tersangka Korupsi ketika menjadi menteri BUMN. Tidak mungkin rasanya Dahlan Iskan memperkaya diri melalui jalan korupsi. Bisa jadi beliau terjerat korupsi dalam sistem, bukan dalam lingkup korupsi pribadi. Dahlan Iskan menanggapi statusnya sebagai tersangka dengan sangat elegan, kata beliau, “Penetapan saya sebagai tersangka ini saya terima dengan penuh tanggung jawab,”. Kalau pun nanti akhirnya Dahlan Iskan benar – benar masuk penjara karena korupsi sistem (bukan individu), maka saya yakin beliau akan sangat siap menjalaninya. Karena apa? Karena pahitnya kehidupan penjara tidak ada apa – apanya dibandingkan pahitnya kehidupan di masa lalunya.
Semoga bermanfaat.
Salam Penuh Berkah
Toha Zakaria.