“Untuk secangkir kopi saja harus melewati banyak proses, apalagi untuk bidadari pendamping seumur hidup”
Melihat jarum jam umur sudah menunjukkan angka 28 tahun. Seperempat abad lebih umur ini menjulang. Dan tentu salah satu yang tengah dipikirkan adalah tentang jodoh yang tak kunjung datang. Sudah sangat sering saya mendengar komentar kanan – kiri yang menyemangati untuk tidak terlalu meratapi jodoh yang tak kunjung datang, “santai sajalah”, kata mereka. Alasan mereka kebanyakan adalah karena saya laki – laki, beda kalau misal posisi saya sebagai perempuan umur 28 terus belum dapat jodoh alias belum menikah maka tentu bukan sekedar lampu kuning sebagai peringatan yang menyala terang, melainkan lampu kuning dengan status darurat plus mendesak. Namun apapun pendapat mereka yang menyejukkan tetap tidak akan membuat diri ini berleha – leha menunda urusan menikah, menunggu kesempurnaan. Menyegerakannya tentu akan banyak membawa manfaat ketimbang menunda – nunda. Bersegera tanpa tergesa – gesa dalam menyempurnakan separuh agama.
Namun, menikah bukanlah untuk sehari dua hari melainkan untuk seumur hidup. Menikah adalah sebuah keputusan besar yang akan mengiringi hingga akhir hayat. Artinya dalam mencari jodoh tentu tidak boleh sembrono atau gegabah. Tapi juga tidak boleh terlalu njlimet atau terlalu banyak syarat (more…)