Bagi saya simbah adalah seperti orang tua kedua. Betapa tidak, semenjak ibu saya meninggal, simbah adalah perempuan terdekat yang berasa seperti seorang ibu. Dari 4 simbah, tinggal 1 yang masih ada yaitu simbah dari ibu bapak saya. Mbah iYem namanya. Tiap saya mudik ke pacitan, mbah iYem tak pernah melewatkan menawari salah satu masakan kesukaan saya, oseng – oseng kates (pepaya muda). Saya pun tiap gajian tiba tak pernah lupa untuk menyisihkan sebagian untuk mbah iYem. Dan terlihat sekali betapa beliau bahagia disetiap tanggal 27 mendapat kiriman dari saya. Kata beliau, seperti punya pensiunan. Usia mbah iYem sekarang kurang lebih hampir 80 tahun. Dalam keseharian sebenarnya beliau masih gesit, namun tak bisa dipungkiri usia yang memang sudah redup tak bisa lagi untuk melakukan hal – hal berat, termasuk untuk melakukan perjalanan jauh, dalam hal ini misal ke Jakarta. Terakhir beliau ke Jakarta adalah tahun 2002 ketika mas saya, mas Luqman menikah. Artinya sudah 10 tahun lebih beliau tidak ke Jakarta. Dan memang secara fisik beliau sudah tidak sanggup lagi untuk melakukan perjalanan naik bis selama kurang lebih 16-20 jam. Di Jakarta, 2 anak, 9 cucu, 13 cicit, selalu merindukan mbah iYem. Banyak diantaranya yang sudah lama tak bertemu mbah iYem sampe 10 tahun lebih. Semua itu karena alasan ekonomi.
Berbekal fakta 2 anak, 9 cucu, 13 cicit itulah yang menjadikan saya tergerak untuk membawa mbah iYem datang ke Jakarta. Bukan lagi naik bis yang bisa mencapai 20 jam, namun naik kereta executive dan pesawat. Akhirnya jauh – jauh hari rencana itu diam – diam saya wujudkan dengan (more…)