Seakan sudah menjadi budaya yang mengakar dimana kebanyakan orang lebih “terang” mengingat kegagalan daripada keberhasilan. Tentu ini merupakan akumulasi dari sebuah kebiasaan (budaya hidup) dari masa pengasuhan, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, yang memang sangat minim untuk mengakui atau lebih tepatnya mengapresiasi keberhasilan dan cenderung lebih lantang ketika kegagalan muncul. Sebagai misal ketika masih kecil orang tua kita membiarkan kita ketika kita bertindak dan bersikap patuh, tanpa ada ekspresi penghargaan apapun, datar – datar saja. Namun giliran kita membuat kesalahan atau keributan kecil, mereka langsung ngomel panjang lebar atau bahkan menghukum kita. Misalkan lagi ketika di sekolah, orang tua kita hanya datar – datar saja atau mungkin hanya berkomentar “anakku pinterr” ketika kita (more…)