Disebuah dinihari, sabtu awal april 2020. Jam di dapur masih setia berdetak menunjukkan waktu shubuh kurang dari setengah jam lagi. Di dapur saya tidak sendirian, istri menemani santap sahur pagi ini. Rutinitas sahur dua hari sekali.
Sambel menjadi warna kedua dari makanan sahurku pagi ini, dibumbui obrolan dengan istri, ringan namun berat, begitulah kira-kira.
“Mas, nanti njenengan buka dengan apa?”, tanya istri.
“Ndak usah kawatir, mak.. nanti juga ada rezeki datang”, mencoba menyemangati.
“Yang penting untuk sampeyan & anak-anak, aman”. Aku menambahi.
“Mas, nanti njenengan mendampingi Pak Prof, pakai sepatu siapa?, kan ndak punya sepatu. Masa pakai sendal?”.
Deg…pikiran dan perasaanku langsung menuju acara penting nanti siang di gedung biru pinggir “kalen duwur”.
Nanti siang sekitar pukul 9.30 saya akan mendampingi Pak Prof untuk mengikuti sebuah ujian dari sebuah proses penting untuk karir Pak Prof. Hanya dua orang yang boleh masuk ruangan, Pak Prof dan satu ajudan operator.
“emm..gampang, mak. Nanti tak pinjem sepatu ke mas Bahtiar. Di markas saya lihat sepatu dia lebih dari tiga”.
Secangkir kopi menutup sahur yang tinggal menyisakan hitungan menit, berganti waktu shubuh tiba.
Di hari kemarin sudah diwanti-wanti untuk datang sebelum jam 8, meski jadwal acara inti di gedung biru pukul 10 menjelang siang. Namun pagi ini pukul 7 lewat 15 saya masih menyelesaikan tugas rumah, tahap akhir dari mencuci, yakni menjemur pakaian.
HP sengaja saya matikan, saya cas untuk bekal dalam acara nanti siang. Pukul 8 hampir kurang seperempat saya bergegas berangkat ke markas rumah juang. Hp saya nyalakan, saya cek sebentar siapa tahu ada pesan penting terlewatkan. Haaah, benar saja… burudul-brudul muncul notif panggilan tak terjawab di aplikasi whatsapp. Buru-buru HP saya masukkan kantong, bergegas meluncur ke rumah juang.
Benar saja, setengah perjalanan lebih ada papasan yang mengagetkan. Berpapasan dengan mas Arif & Fahreza. Ternyata mereka hendak ke rumah nanggungan untuk menjemput saya, karena dari tadi tidak bisa dihubungi. Saya tertawa kecil, mereka berdua kan sebelumnya belum pernah sama sekali main ke rumah Nanggungan.
Tiba dirumah juang dalam hitungan menit, kaget campur berdebarrr, ternyata sudah banyak orang yang datang, untuk mengantarkan Pak Prof menuju tahap ujian.
Ritual sarapan sedang berlangsung, saya melirik menu sarapan di rumah juang pagi ini. Sungguh menggoda, jauh untuk dibandingkan dengan menu sahurku tadi pagi…hahahaha.
Pukul setengah 10 telah menjelang, siap-siap berangkat menuju gedung biru.
“Toha, toha, siap berangkat”, begitulah panggilan yang terdengar jelas dari ruang tamu depan. Kenapa pakai depan? Karena disini juga ada ruang tamu belakang.
Jantung berdegup kencang, seperti saat hendak mengikuti ujian nasional masa sekolah. Padahal yang akan diuji adalah Pak Prof, bukan saya. Bergegas saya menuju ruang samping sebelum kamar mandi tempat sepatu yang akan saya gunakan berada. Tadi saya sudah bilang ke mas Bahtiar perihal pinjam sepatu ini.
Wajah saya perlahan namun pasti, pucat memerah, terdampak dari jantung yang semakin berdegup kencang. NDREDEG kalau orang jawa bilang. Pak Prof memilih duduk di depan bersama sopir, dan tentu pilihan saya duduk di tengah. Bertiga meluncur menuju rumah biru, mengendarai CRV warna merah.
Bismillah..lahaula wala’quata illabillah