Ikatlah Ilmu Dengan Menuliskannya, Dengan Menge-Blog-kannya Rumah Inspirasi Toha Zakaria

April 18, 2016

Buku Rantau 1 Muara, Rantau Pacitan – Bekasi

Rantau 1 Muara, Buku yang kubeli bulan desember tahun lalu di toko buku Gramedia Matraman Jakarta seharga Rp 75.000. Buku yang ditulis oleh Ahmad Fuadi ini adalah buku ke-3 dari trilogi novel Best Seller ‘Negeri 5 Menara’. Dua buku pendahulunya berjudul Negeri 5 Menara & Ranah 3 Warna telah mengaduk – aduk perasaan dan sudut pandangku tentang hidup.
Buku Rantau 1 muara

Trilogi Negeri 5 Menara adalah Novel yang ditulis berdasarkan inspirasi kisah hidup penulisnya. Buku pertama, Negeri 5 Menara mengisahkan sosok Alif Fikri yang menjalani kehidupan sebagai santri di Pondok Madani Ponororgo (Gontor) bersama 5 teman santri yang berasal dari 5 daerah yang berbeda (Raja-Said-Dulmajid-Atang-Baso). Buku kedua, Ranah 3 Warna menceritakan kelanjutan perjalanan hidup Alif Fikri setelah tamat dari pondok Madani, yaitu melanjutkan kehidupan di Bandung (kuliah di Unpad) yang akhirnya mendapat kesempatan ke Kanada sebagai duta Pertukaran mahasiswa.

Buku ini, Rantau 1 Muara mengisahkan perjalanan kehidupan Alif fikri setelah Lulus kuliah. Dari Bandung pindah ke Jakarta untuk menekuni pekerjaan pertama sebagai wartawan majalah Derap, yang kemudian melanjutkan hidup di Amerika untuk melanjutkan kuliah S2 setelah mendapatkan beasiswa fulbright. Di Derap pula Akhirnya Alif fikri menemukan tambatan hatinya (Dinara) yang kemudian di nikahinya setelah dia menginjak kuliah di Amerika. Mereka berdua kemudian tinggal bersama di Amerika menjalani hidup sebagai wartawan yang disambi dengan kuliah.

Cerita pada buku ini mengingatkan kisah perjalananku setahun selepas lulus SMA. Aku memutuskan merantau ke pinggiran Ibukota, yakni Bekasi. Kehidupan di tanah rantau banyak memberikan pengalaman hidup yang penuh warna. Bertemu dengan berbagai macam orang dengan berbagai daerah asal dan karakter. Ada yang dari tanah Batak, Lampung, Sunda, Jawa, Palembang, dan Betawi.

Teringat kembali memori hari pertama kerja di sebuah pabrik di kawasan MM2100 dengan karyawan yang jumlahnya ribuan (LG Elektronik). Hanya bisa geleng – geleng kepala dengan apa yang Aku saksikan dan tidak bakal Aku temui di kampung halaman Pacitan.

Teringat hari pertama kerja berangkat naik sepeda ontel. Begitu mau masuk ke tempat parkir sepeda motor, langsung dihadang oleh seorang satpam. ternyata tidak diperbolehkan parkir di parkiran sepeda motor. Satpam menunjuk ke sebuah tempat yang ternyata adalah parkiran mobil. Lah dalah..ternyata Aku disuruh parkir ditempat parkir mobil. Hahahaha pengalaman pertama yang tak akan terlupa. Ditengah berdebar – debar masuk kerja pertama, malah mendapat pengalaman unik dari pak Satpam, tidak boleh parkir di parkiran sepeda motor malah disuruh parkir bersama mobil.

Belum genap setahun bekerja sebagai operator produksi, akhirnya dipindah ke kawasan Jababeka 2 Blok RR, sebagai PPIC (Production Planning and Inventory Control). Jika sebelumnya cukup 5 Km sudah sampai tempat kerja, kali ini jarak jadi bertambah jauh, sekitar 8 Km menuju tempat kerja, Bike to Work.

Diawal – awal merantau masih nebeng tinggal bersama mas Luqman. sebuah rumah yag terletak di kawasan rawan banjir. Tidur di kamar sempit beralaskan karpet. Pernah disuatu malam ketika tengah terlelap tidur tiba – tiba dibangunkan oleh banjir yang datang tiba – tiba. Betapa kagetnya ketika mata tersadar ternyata air sudah menggenangi karpet tempat Aku tidur, badan sudah terlanjur basah kuyup tanpa terguyur hujan.

Diperantauan Aku sudah terbiasa kemana – mana naik sepeda ontel, kecuali kalau ke Jakarta yang biasanya untuk pergi kerumah saudara, menghadiri seminar/workshop, atau sekedar bertamasya ke Gramedia Matraman, baru naik angkot/bis. Cikarang – Bekasi barat (15 Km lebih) adalah jalur yang sering saya taklukkan dengan sepeda onthel. Cibitung-kalimalang-tambun-Bulak kapal-proyek, sudah sangat melekat di memori kehidupanku. Bersepeda ke bekasi barat ada berbagai macam keperluan. Ke gramedia MM, kerumah Bulek, menghadiri pertemuan kajian islam, Dll. Pernah disuatu episode, saya seminggu bisa 3 kali mengayuh ontel cikarang – bekasi barat (kranji) untuk mengajari seorang teman membuat blog dan memulai membuat lapak online.

Bersepeda di Bekasi

Alif fikri dan Dinara benar – benar menikmati kehidupan rantau di negeri orang (Amerika) hingga akhirnya keputusan besar harus mereka ambil dengan sepenuh hati. Pulang ke kampung ke negeri sendiri, meninggalkan kenyamanan yang sudah mereka rajut bertahun – tahun di negeri sebrang. Kehidupan rantau yang sudah membuat nyaman hidup harus ditinggalkan dengan berat hati untuk kembali ke negeri halaman membuka lembaran baru kehidupan.

Pun begitu denganku, 8 tahun terlena dengan kehidupan kota akhirnya menyadarkanku pada sebuah keputusan besar. Keputusan besar akhirnya harus ku putuskan. Resign dari pekerjaan yang sudah memberikan segalanya buat kehidupanku, untuk kemudian memutuskan kembali ke kampung halaman Pacitan. Niat awal pulang kampung adalah untuk menemani bapak yang hidup sendiri disaat umurnya semakin senja. Walapun kemudian niat bulat pulang kampung dijawab Allah dengan skenario tak terduga. Bapak akhirnya menemukan teman hidupnya (menikah lagi), dan selang 6 bulan kemudian giliran Aku menemukan tambatan hati teman hidup.

Teringat kembali hari – hari terakhir di bekasi, saat seorang sahabat mentraktir nasi padang di warung padang samping BCP, saat harus berpamitan dan berpidato perpisahan. Air mata haru menjadi kenangan. Kesedihan harus berpisah dengan banyak sahabat baik yang sudah mengisi film kehidupan. Keharuan saat menyimpan doa baik dari para sahabat saat melepas perpisahan. Kebersyukuran terhadap semua yang sudah dilalui, didapatkan, dilepaskan, selama 8 tahun di perantaun.

Banyak momen yang mungkin tak bisa dilupakan..

Saat Tas hilang di masjid, dan hilang semua uang, bertahan hidup perihatin hingga tiba gajian.
Saat dengan sepeda menerjang jalanan yang tergenang banjir demi seorang teman.
Saat (mengajari) masak bareng dengan teman – teman di kontrakan sempit belakang apartemen mewah.
Saat panik melanda, pengalaman pertama di jam stengah dua belas malam masih tertahan di UKI-cawang menunggu angkot menuju Cikarang.
Saat khusuk mengerumuni buku pilihan di gramedia matraman setelah tiba masa gajian.
Saat bersepeda Bekasi-Cikarang ditengah jam 11 malam.
Saat…

Ahh..terlalu banyak untuk dituliskan.

Berdiam diri bagi orang berakal dan berperadapan bukanlah sebuah kenyamanan, karenanya beranjaklah dari kampung halaman.

Berkelanalah, akan kau temukan ganti untuk orang – orang yang kau tinggalkan. Dan berjuanglah, karena kenikmatan hidup ada dalam perjuangan.

Aku lihat, diamnya air akan membusukkannya. Jika mengalir, air menjadi segar, dan jika menggenang, air menjadi comberan.

Singa jika tak mengembara, tak akan menjadi raja rimba. Dan anak panah jika tak lepas dari busurnya, tak akan menggoreskan luka.

Al-Imam Asy-Syafi’i

Semoga Bermanfaat

Salam Penuh Berkah
Toha Zakaria.

No Comments »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URL

Leave a comment

Powered by WordPress