Aku : “Pak Jam segini (11 siang) di sawah bukannya panas banget?”. Bapak : “ga papa nak, manusia kepanasan masih bisa berteduh, lha kalau tumbuhan ga bisa menolak”
Hampir dua hari sekali Saya selalu menyempatkan menelpon Bapak saya yang ada di kampung. Walau mungkin hanya menanyakan udah makan belum, atau makannya pakai lauk apa. Tadi siang sekitar jm 11 saya menelpon Bapak yang ternyata lagi berada di sawah menyirami tanaman kangkungnya. Posisi saya masih berada di kantor yang teduh. Saya pun membayangkan betapa panasnya cuaca di tempat bapakku. Saya pun yang merasa kasihan bilang ke beliau “Pak, jam segini (11) di sawah bukannya panas banget?”. Bapak menjawab dengan jawaban yang sungguh mengejutkan dan penuh makna, “ga papa nak, manusia kepanasan masih bisa berteduh, lha kalau tumbuhan ga bisa menolak”. Sepontan saya langsung tertawa lebar penuh syukur yang kemudian bapak pun juga ikut tertawa. Terjadilah adegan tawa antara Pacitan – Jakarta, antara seorang bapak dengan anaknya. Sungguh moment yang luar biasa mengharukan. Moment yang sungguh nikmat dan pantas disyukuri.
Salam Syukur Penuh Berkah
Toha Zakaria
bagus juga pakde tulisannya. tapi kan tumbuhan low gak kena panas malah kacian je, mereka gak bisa buat makanan dunk, malah harusnya kena panas.
Comment by bayu — August 8, 2009 @ 2:50 am
iya, Doakan “Pakdemu” selalu bisa menulis bagus. baca coment di atas jadi inget penggalan artikelnya pak Ronny : “…Saya pernah mengenal orang yang malah mempertentangkan metafor saya, lha
padahal metaforik hanyalah kiasan untuk mepermudah (menyampaikan) pemahaman (lain yg lebih dalam)… .” He..he..he
Comment by TOHA — August 8, 2009 @ 9:25 am
[…] disamping saya dapatkan dari koran jawapos terbitan bulan lalu. Betapa foto tersebut sarat akan makna pembelajaran. Foto seorang pedangang cilok (bakso tusuk) yang sedang melayani pembeli pulsa yang ia jajakan […]
Pingback by Ikatlah Ilmu Dengan Menuliskannya, Ikatlah Dengan Menge-Blog-kannya » PEDAGANG CILOK, TUKANG PERAHU, DAN PEGAWAI NEGERI — December 14, 2009 @ 11:18 pm