Sering kali kita mengalami sebuah gejolak jiwa ketika memulai sebuah perubahan. Entah perubahan secara mental atau mungkin perubahan secara fisik. Malam ini Saya menulis karena diingatkan kejadian beberapa minggu lalu tentang teman saya yang baru memperoleh pekerjaan. Dihari pertama bekerja sebagai karyawan baru, dia sering mengeluarkan kalimat pemberontakan. “mas gimana nih aku apa bisa ya kerja disitu? Kok klihatannya sulit”, “nanti kalo ada masalah gimana, aku apa bisa?”, “kerja di bagian…….ribet ya mas?”. Pernyataan – pernyataan sejenis sering muncul di hari – hari awal dia masuk kerja. Saya pun memberi pengertian ke dia “baru juga sehari, ya wajarlah kalo kamu merasa cemas, clingak – clinguk, merasa minder. Kecuali kalo kamu dah bekerja disitu sebulan. Coba inget – inget deh dulu waktu kamu masuk SMP, di awal – awal masuk emang kamu langsung bisa nyambung dengan kehidupan baru di SMP? minder, grogi, was – was pasti ada kan?” dia hanya menganggukkan kepala. Dan ternyata dengan waktu yang terus berjalan, intensitas dia mengeluarkan pernyataan kuatir, takut, cemas, semakin berkurang. Ada satu lagi yaitu saudara saya yang baru bekerja sehari di Jakarta. Di hari kedua langsung tak masuk kerja. Dia memutuskan untuk kembali ke kampung. Berbagai kondisi tak ideal ia ceritakan pada saya. Kondisi tak ideal yang membuatnya mengundurkan diri dari pekerjaanya yang baru sehari ia jalani. Beliau mengatakan lebih enak di kampung dengan segala kesederhanaanya. Semua uneg – unegnya tentang kerja di kota ia tumpahkan. Saya sebagai pendengar malah teringat dengan pesan bang Andy noya yang sudah pernah saya tulis di blog ini. “jangan sekali-kali kita merasa nyaman di suatu tempat sehingga lupa mengembangkan diri guna menghadapi perubahan dan tantangan yang lebih besar”.
Saya malah jadi teringat dengan pindahan rumah temenku yaitu Pak Misbah. Lho kok malah larinya ke pindahan rumah? Apa hubunganny dengan masalah yang dihadapi teman dan saudaraku tadi ?. Ceritanya begini. Pak misbah, bulan september tahun lalu Resign dari pekerjaanya di PT untuk kemudian pindah dari bekasi ke Wonosobo. Proses pindahan inilah yang menarik. Sekitar seminggu sebelum pindahan, beliau setiap hari membawa Carton box (bekas) dari PT untuk membungkus barang – barangnya dirumah yang mau di bawa pindahan. Pikiran pak misbah di hari – hari terakhir dia bekerja tak hanya memikirkan sovenir apa yang akan dia tinggalkan untuk kenang – kenangan teman kerjanya, tapi juga terus menerus memikirkan pengepakan dan proses membawa barang – barang rumahnya dari bekasi ke rumah barunya di wonosobo, memikirkan dimana dia harus mencari mobil untuk mengangkut barang – barangnya, muat ga sekali jalan, memikirkan berapa biayanya. Kondisi rumahnya di hari – hari terakhir mejelang pindahan nampak begitu berantakan, barang – barang berserakan dan tak beraturan posisinya. Rasanya hari – hari itu menjadi hari yang membosankan, melelahkan. Proses pemindahan barang – barang ke mobil pun sungguh membuat fisik dan psikis terkuras. Pas selesai semua barang masuk mobil, plooong rasanya. Setelah Sampai rumah tujuan, memindahkan dan mengatur barang – barang bawaan ke rumah yang baru sama saja rasanya dengan ketika awal proses pengepakan dan pengangkutan dari rumah lama. Hari – hari pertama di rumah baru, kondisinya sangat berantakan tak teratur. Rumah seperti kapal pecah. Tapi hari berganti hari akhirnya bisa tertata rapi, mata dan batin pun kembali sejuk melihatnya. Pindah rumah seperti diatas juga pernah saya alami sendiri. Anda bisa menangkap filosofi apa yang bisa ditangkap dari pindah rumah tersebut?. Memulai sebuah perubahan memang begitu melelahkan. akan tetapi semua kelelahan dan kebosanan mengawali sebuah perubahan akan berangsur – angsur hilang dengan berjalanya waktu dan fokusnya kita pada niat kita ingin berubah? Selalu ingat akan tujuan apa kita pindah rumah. Rasanya keribetan pindah rumah adalah keribetan yang nikmat jika kita sudah tahu dan fokus pada hasil (tujuan) setelah kita pindah rumah.
Memulai sebuah perubahan diperlukan kesiapan mental yang prima. Sebagai perbandingan cobalah mengingat hari – hari pertama saat baru masuk sekolah di jaman SMP, SMA, atau kuliah. Bagaimana perasaan kita saat itu. Deg – deg kan dengan lingkuangan baru, Malu – malu kucing bercampur aduk dengan kehati – kehatian yang luar biasa menyertai setiap langkah di hari – hari awal masuk. Seorang anak yang baru masuk SMP, di minggu – minggu awal dia merasakan ketidaknyamanan yang luar biasa. Dan dia berpikir “rasanya kok masih enak di SD dulu ya”. Kalo memang dia merasa lebih nyaman ketika masih SD mengapa dia tidak kembali sekolah SD lagi? Dengan meninggalkan sekolah SMP yang dia anggap sangat membosankan. Yang mana harus berhadapan dengan lingkungan baru yang belum dia kenal, dengan guru yang belum pernah mengajarnya, dengan teman sekelas yang banyak tak dia kenal. Namun dengan mengingat hakekat dari tujuan melanjutkan sekolah ke SMP kesemuanya akan dijalani walau mungkin diiringi dengan perasaan berat. Kembali ke SD adalah sebuah kemunduran (kesengsaraan), meneruskan langkah di SMP adalah sebuah kemajuan (kenikmatan). Kemajuan demi masa depan. Jadi setiap kali mearasa berat memulai sebuah perubahan, hendaknya kita mengingat lagi akan niat atau tujuan kita berubah. Dengan mengingat manfaat, atau kenikmatan yang akan kita dapatkan jika memulai perubahan tersebut, dan juga mengingat ketidaknikmatan/kesengsaraan yang akan kita peroleh jika tidak mengawali perubahan dari sekarang, akan memuluskan mental kita dalam menghadapi setiap perubahan.
Masuk SMP, mau menikah, masuk SMA, pindah Rumah, masuk kuliah, mencari pekerjaan pertama, kerja di tempat baru, memulai profesi baru, Pertama pacaran… dll. Bisa jadi semua proses itu pernah kita lalui. Proses menuju perubahan. Perubahan yang lebih baik.
Salam Penuh Berkah
Toha Zakaria