Sudah hampir tiga minggu anak saya Faiza tidak sowan ke rumah simbahnya di Gayuhan, karena ada beberapa kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan. Biasanya seminggu sekali saya bersama anak-istri dolan ke Gayuhan dan menginap semalam atau dua malam. Desa Gayuhan adalah tempat tinggal mertua saya, sedangkan saya bersama istri tinggal di Nanggungan bersama orang tua saya.
Sore ini kami bertiga (anak-istri) memutuskan untuk pergi ke Gayuhan setelah hampir 3 minggu absen. Ada tiga fase yang harus kami lalui sore ini untuk sampai ke Gayuhan. Yang pertama, dengan sepeda onthel saya membonceng istri (faiza digendong) dari rumah ke Jalan raya besar (sekitar 300 m) yang biasa dilewati mobil angkot/Bis arah Arjosari.
Fase kedua, istri dan anak saya melanjutkan perjalanan dengan naik angkot/bis menuju Pasar Arjosari (9 Km), dan saya membuntuti dari belakang dengan naik sepeda. Sudah jelas tentu istri dan anak saya tiba di Arjosari lebih cepat ketimbang saya. Biasanya antara 15-20 menit istri saya menunggu keterlambatan saya.
Setelah bertemu kembali di depan Pasar Arjosari, tibalah di fase terakhir (ketiga). Saya kembali membonceng anak-istri saya dengan sepeda menuju Gayuhan (3 Km). Karena dari Arjosari ke Gayuhan tidak dilalui mobil angkot/bis.
Namun perjalanan sore ini ada sedikit perbedaan di fase pertama. Setelah menunggu hampir 20 menit mobil angkot tak kunjung ada yang lewat, maklum sudah sore dan memang angkot sudah sangat jarang, akhirnya saya melanjutkan membonceng anak-istri saya menuju pertigaan bangjo seManten tempat ngetem Bis jurusan Ponorogo yang berjarak sekitar 1,5 Km dari tempat kami menunggu Angkot.
Sepanjang perjalanan menuju pertigaan Semanten saya dan istri mengobrol banyak tentang berbagai topik kehidupan. Faiza yang terdekap dalam gendongan mamaknya berceloteh yang tak kami pahami maksudnya, seakan seperti lagi dalam senang menikmati perjalanan. Ditengah asyik mengobrol, obrolan kami teralihkan oleh sebuah mobil Toyota yang kombinasi warna merah maroon dan Plat Nopolnya serasa tidak asing dibenak kami berdua. Berawal dari itulah kemudian istri saya melebarkan pembicaraan ke arah kesuksesan dan kebahagiaan.
Tanpa diundang akhirnya teringat kembali cerita kehidupan 12 tahun yang lalu. Masa dimana saya masih sekolah kelas 3 SMA, dan juga masa dimana Mamak sedang menderita sakit kanker rahim. Waktu itu jam 3 pagi belumlah genap, Bapak dan Mamak sudah bersiap – siap berangkat menuju daerah Sukoharjo (sebelum Solo) untuk periksa rutin ke Dokter yang ada disana, yang buka jam 6 pagi. Berangkat di pagi buta untuk mengejar keberangkatan pertama Bis Aneka Jaya trayek Pacitan – Solo. Waktu itu Mamak dibonceng Bapak naik sepeda menuju tempat pemberangkatan Bis, dan saya berlari dibelakang mereka untuk kemudian membawa kembali pulang sepeda yang dinaiki Bapak-Mamak.
Cerita yang begitu melekat erat dalam benak dan sering mengundang hadirnya embun mata.
Perjalanan sore ini juga mengingatkan saya pada status Facebook mas Jaya Setiabudi yang pernah saya jadikan materi Kuliah Keluarga bersama istri. Saya pun mereview kembali apa yang sudah saya pernah bahas dan kebetulan cocok dengan obrolan kami berdua sore ini.
Postingan Facebook Mas Jaya Setiabudi memang luar biasa, dan akhirnya itu saya jadikan bahan kuliah keluarga. Postingan tentang kesuksesan, kebahagiaan, dan menikmati hidup. Saya cuplikkan status yang saya maksud di atas dalam tulisan dibawah ini.
AKU PENGEN SUKSES SEPERTIMU
Kata sukses itu sering seperti melihat mobil mewah dengan penumpang yang seolah ‘bahagia’ di dalamnya. Padahal saat Anda telah memiliki mobil tersebut, perasaan ‘Mewah’ sudah hilang. Yang bahagia adalah ‘penontonnya’.
Kebanyakan orang lebih pengen ‘dibilang’ sukses oleh ‘penonton’, daripada menikmati sukses bersama ‘Penumpang’ lain semobil…
Orang Bule bilang : Sukses itu “Sawang Sinawang”…
>>Rumput tetangga terlihat lebih hijau, padahal sintetis.
>>Istri tetangga terlihat lebih cantik, padahal pembantunya.
>>Bisnis tetangga terlihat lebih menguntungkan, padahal lagi bangkrut.
Makanya kenapa orang yang sudah pernah mendapatkan semuanya, dia akan melepas semuanya? Karena dia tahu apa esensi sukses..
Jangan biarkan suksesmu dibentuk oleh persepsi/ penilaian orang. Karena itu hanya “Sukses mengelabuhi orang.”
Yang jelas, orang yang sukses gak akan mikir orang lain bilang dia sukses apa kagak.
Jadi… apa kata suksesmu??
~~Jaya Setiabudi~~
Akhirnya diskusi saya dengan istri buyar setelah perjalanan sore ini memasuki gerbang “selamat datang Pacitan” yang ada di perbatasan desa Widoro-Semanten. Artinya apa? artinya saya sudah harus bersiap – siap mengambil ancang – ancang, dan mengenjot lebih kuat lagi untuk menaiki tanjakan Jembatan semanten, tanpa harus merelakan istri turun dari boncengan.
Istri pun segera turun dari sepeda “Mercy” untuk melanjutkan naik Bis ke arah Arjosari. Dan sepertinya bis belum hendak berangkat, artinya saya punya kesempatan berangkat lebih awal agar secepatnya tiba di Arjosari agar nanti Istri tidak lama menunggu.
Selamat menempuh perjalanan
Selamat menempuh kehidupan
Selamat menikmati kebahagiaan.
Semoga Bermanfaat
Salam Penuh Berkah
Toha Zakaria.