Ikatlah Ilmu Dengan Menuliskannya, Dengan Menge-Blog-kannya Rumah Inspirasi Toha Zakaria

November 15, 2008

“OH IBUKU…. OH BAPAKKU”

Filed under: Curhat — TOHA @ 12:00 pm

Bulan february 2004 ibuku di vonis oleh dokter terkena kanker rahim. Sekeluarga shock mendengar kabar itu. Perhatianku bukan lagi tertuju pada Ujian nasional yang semakin dekat. Kekawatiranku bukan lagi tentang perjuangan lulus dari sma, yang mana banyak di takuti teman – teman kelas 3 karena syarat kelulusan yang dianggap tinggi. Aku tidak lagi memikirkan setelah lulus mau kuliah dimana. Aku tidak lagi iri dan sedih melihat teman – teman sekelasku sudah merencanakan dengan detail biaya mereka kuliah setelah SMA. Dan akhirnya apa yang kukawatirkan dan kusedihkan datang juga. Tepat tgl 3 agustus 2004 ibuku menghembuskan nafas terakhir dan pergi meninggalkanku selama – lamanya.

Perjalannanpun dimulai. Pertengahan February ibuku merasakan perutnya sering sakit. Dan kadang sampe nyengir – nyengir, menangis menahan rasa sakit. Keluargaku yang sangat jarang berurusan dengan rumah sakit maupun dokter jadi bertanya – tanya. Sakit apakah beliau? Keluargaku sangat jarang berurusan dengan Dokter maupun Rumah Sakit bukan dikarenakan tidak pernah sakit, tetapi lebih kepada pertimbangan finansial. Jadi sakit apapun sebisa mungkin disembuhkan dengan obat warungan. Atau paling banter ke DKT (klinik KODIM). bodrex, paramex, konidin, inza, panadol, puyer16, itulah nama2 obat warungan yang akrab dengan keluarga kami. Bila teringat dengan style yang demikian kadang aku jadi sedih. Semakin hari intensitas sakit ibu semakin meningkat, dan akhirnya bapak memutuskan membawanya ke Dokter. Dokter pertama menyarankan untuk pergi ke dokter yang ke 2, yang masih sama – sama berdomisili di pacitan. Di dokter yang ke 2 sebenarnya sudah ada vonis tentang penyakit yang tumbuh di jasad ibuku. Tapi kelihatannya Bapak mencoba menyembunyikannya dari saya. Seminggu sekali ibuku cek ke dokter ke 2 dengan naik sepeda bersama bapak.

Dan ibarat sekenario sinetron, tidak lah seru jika cerita tidak mengalami peningkatan emosi. Begitu juga dengan sekenario tuhan yang telah di tulis untuk ibuku. Semakin hari sakit ibuku semakin tak kunjung sembuh, malah semakin parah. Akhirnya dokter ke 2 pun angkat tangan dan memberi rujukan ke Dokter Jogja atau Solo. Setelah melalui berbagai pertimbangan, akhirnya bapak memilih untuk membawa ibuku ke doter ke 3 yang ada di sukoharjo –sebelum solo-. Pacitan-sukoharjo memakan waktu perjalanan sekitar 3 jam. Dan di dokter ke 3 ini hanya buka praktek pagi hari, yaitu jm 6 – 7. Keluarga kami tidak punya sepeda motor apalagi mobil. Kendaran pribadi yang paling tinggi levelnya hanyalah sepeda ontel. Setelah mencari informasi tentang transportasi ke sukoharjo, akhirnya keadaan mengharuskan ibuku berangkat kesana jm 3.30 pagi sebelum subuh dengan naik Bis. Seminggu sekali aku, ibu, dan bapak harus bangun super pagi, Dimana insan yang lain masih menikmati tidur. Sebenarnya aku tidak ikut mengantar ibuku ke sukoharjo –karena aku harus masuk sekolah. Tetapi letak jalan raya yang dilewati bis menuju sukoharjo agak jauh dari rumahkau –Sekitar 500 meter, mengharuskanku mengantarkan mereka sampai jalan raya. Bapak membonceng ibu naik sepeda, sedangkan aku berlari mengikuti dibelakang mereka untuk membawa pulang kembali sepeda yang mereka pakai (aku meneteskan air mata saat sampai ketikan ini). Bila teringat dengan style yang demikian kadang aku jadi sedih.

Setelah sekitar sebulan berjalan dan tidak ada perkembangan ke arah baik, ibu semakin sering merintih kesakitan. dokter menyarankan untuk operasi. Deeeeeg… Deggggg .. saya pun kaget luar biasa mendengar kabar tersebut. Kata “operasi” sampai sekarang masih ter-Anchor pada diri saya sebagai sebuah proses yang mengerikan. Tiap hari aku di liputi kegelisahan. Seringkali aku merenung sedih memikirkan penderitaan yang dialami ibu, seringakali aku bicara dengan diri sendiri “bagaimana akhir dari sakit ibuku?, kesembuhan atau kematian?, seandainya kematian betapa sedihnya aku”. Seperti sebuah matematika kehidupan bahwa satu persoalan bisa berpeluang memunculkan persoalan lainnya. Dan memang benar bukan hanya sakit saja yang di pikirkan kami sekeluarga. Tetapi juga masalah keuangan. Terbesit kabar dari dokter bahwa dana untuk operasi berkisar 9 sampai 12 juta. Degggg … bertambah lagi beban yang harus dipikirkan bapak. ibu yang menderita sakit juga harus ikut memutar otak kemana mencari dana sebesar itu. Uang 9 juta adalah uang yang sangat besar bagi keluargaku. Sepanjang sejarah keluargaku belum pernah mempunyai uang sebesar 9 juta. Sebagai gambaran betapa besar uang 9 juta bagi kelaurgaku : 9 juta adalah penghasilan bapak sebagai tukang batu selama kurang lebih 1 tahun. dan dalam setahun ada kalanya 1 bulan 2 bulan bapak tidak mendapat job, yang artinya tidak bekerja, dan artinya lagi tidak punya penghasilan dari tukang batu. Dan dengan kondisi pekerjaan yang tidak menentu sedangkan kehidupan itu pasti, implikasinya adalah kekurangan. Jadi sangat sering keluargaku berurusan dengan kekurangan. Yang akhirnya kondisi tersebut menjadikan bapak sebagai spesialis pengutang. Dan ada kalanya ketika datang ke rumah orang berpunya, pulang dengan tangan kosong. Artinya proposal pengajuan utang di tolak. Dan saya pun sering membayangkan, kira – kira bagaimana kata – kata penolakan orang kaya kepada bapak saya?. Dan betapa sedihnya ketika kata penolakan tersebut terlontar dengan tidak elegan. Atau juga ketika bapak punya tanggungan utang yang belum dibayar dan sebenarnya sudah jatuh tempo, maka beliau akan berusaha menghindari jalan depan rumah si pemberi utang. Bila teringat dengan style yang demikian kadang aku jadi sedih.

Ada cerita menarik mengenai pencarian dana untuk ibuku. Sore itu kami sekeluarga bingung memikirkan ongkos untuk cek ke dokter solo besok pagi. Mencari utangan pun tidak menemukan hasil. Tetapi raut bapak sebagai pemimpin rumah tangga tidak menampakkan kebingungan ataupun kesedihan. Bapak tenang2 saja, seakan – akan sudah yakin akan ada jalan keluar (Yakin-pasrah). Malam itu sekitar habis isya bapak mulai melanjutkan perjuangan mencari pinjaman duit untuk biaya pengobatan ibu. Tetapi langkah bapak terhenti karena ada saudara desa seberang bertamu ke rumah untuk mejenguk ibu. Sebelum saudara seberang datang, bapak bergurau dengan aku dan ibuku bahwa nanti akan ada yang meminjami 800 ribu untuk ongkos besok. Akupun berpikir “apakah memang bapak sudah punya janji dengan sesorang untuk dipinjami duit? Atau itu termasuk afirmasi dan juga do’a?”. Dan ketika saudara dari kampung seberang datang aku semakin yakin “jangan – jangan saudara yang bertamu ini yang akan membantu kami”. Tetapi prediksi meleset karena sampai mereka pamit pulang tidak ada tawaran pinjaman uang. Dan mereka pun meninggalkan rumah kami. Tetapi beberapa menit kemudian mereka kembali lagi, tapi kali ini yang kembali hanya istrinya saja, dan bapak saya pun menanyakan mengapa mereka balik lagi. Apa ada yg tertinggal?. Kemudian saudara tersebut berkata pada bapakku “Kalo mas butuh uang ini saya bawa 800 ribu, tapi jangan bilang ke suami saya” (suaminya sudah di tempat parkir sepeda). Saya termasuk ibu kaget mendengar pernyataan tersebut. Setelah saudara kami pergi, saya pun menanyakan ke bapak saya perihal uang tersebut. Apakah bapak sebelumnya telah janjian? Bapak menjawabnya “tidak”. Sampai sekarang kejadian tersebut masih saya ingat dengan jelas. Dan itulah Law of Atraction (LOA) yang bekerja pada bapak saya. Memberi pelajaran bagi saya untuk tidak melekat pada tujuan, yakin serta pasrah.

Dan akhirnya ALLAH mengijinkan LOA bekerja lagi bagi keluarga kami. Dana untuk operasi yang diperkirakan 9 – 12 juta akhirnya muncul juga dengan mudah. Adik ibuku yang ada di jakarta memberikan tanahnya yang ada di kampung untuk dijual dan dan uangnya untuk biaya pengobatan ibuku. Ahhh..betapa lega hatiku mendengar kabar tersebut. Dan akhirnya tibalah hari yang ditunggu. Hari operasi ibuku telah tiba, dan operasi harus dilakukan di daerah solo. Seminggu sebelum operasi harus sudah menjalani perawatan. Total 2 minggu ibuku berada di Rumah sakit. Selama 2 minggu saya dirumah sendiri. Dan dari kondisi tersebut akhirnya saya bisa memasak dan akhirnya menjadi hoby. dari situ aku baru merasakan betapa repotnya berada di dapur. Selama berminggu – minggu pikiran saya diliputi kesedihan. Mengapa ibuku begitu cepat ingin diminta kembali oleh sang pemiliknya?. Bagaimana perasaanku jika benar2 akhrinya ibuku meninggal dalam waktu dekat ini?

Kebetulan masa – masa ibuku sakit adalah masa – masa Pemilu 2004. Aku masih ingat bagaimana hiruk pikuk pemilu pertama langsung dipilih oleh rakyat –termasuk presiden. Aku pun masih ingat waktu jadi saksi salah satu partai. Ada peristiwa yang menyangkut pemilu dan melibatkan ibuku yang masih membekas hingga sekarang. Waktu tiba hari H pencoblosan -5 April- aku berangkat ke tempat pencoblosan sekitar jam 6. Jam 6 waktu itu adalah masih pagi, dimana setiap rumah belum selesai menyiapkan sarapan. Apalagi keadaan ibuku tergolek di ranjang, tentu tidak bisa berbuat apa – apa untuk masalah sarapan. Tetapi untungnya informasi dari partai mengatakan bahwa nanti selesai apel pagi persiapan pencoblosan akan dapat sarapan. Dan kebetulan tempat TPS tempat aku bertugas ada di rumah Pak RT lingkunganku. Aku pun agak kaget, kok saksi yang datang baru saya, kemana yang lain?. Jadi yang sudah berkumpul di rumah Pak RT hanya saya sebagai salah satu saksi, dan para pengurus TPS. Dan akhirnya tibalah waktu sarapan pagi. Disinilah peristiwa menyedihkan –sedih menurut saya, belum tentu sedih menurut anda- itu terjadi. Sama tuan Rumah dalam hal ini Pak RT, saya tidak dipersilahkan masuk rumah untuk ikut sarapan dengan yang lain –para pengurus TPS-. Perasaanku yang masih duduk sendirian di teras rumah Pak RT merasa sangat malu dan juga sedih. Setelah saya tunggu sekitar 10 menit dan ternyata tidak ada perubahan, maksud saya tidak ada tawaran dari pak RT maupun bu RT untuk saya ikut sarapan pagi, akhirnya dengan perasaan malu sedih dan menangis saya pulang ke rumah. Sesampainya di rumah melihat ibu saya tergeletak lemas di tempat tidur, kesedihan saya semakin bertambah. Saya pun sedikit mengeluarkan Air mata di depan beliau. Ibuku kaget dan bertanya apa yang telah terjadi. Saya pun menceritakan apa yang telah terjadi. Setelah mendengar cerita saya, ibuku menangis ikut sedih. Betapa pak RT tak punya rasa toleransi dan unggah ungguh. Bila teringat dengan style yang demikian kadang saya jadi sedih.

Menjelang pilihan presiden putaran pertama sakit ibuku semakin tak menunjukkan kesembuhan. Semakin hari tubuh ibuku semakin kurus kering kerontang. Wajahnya sudah mirip nenek – nenek usia 80 an. Beliau sudah tidak kuat lagi berjalan sendiri. Sehingga untuk urusan sholat, mandi, wudhu, harus ada yang mendampingi. Setiap hari akupun membantunya mandi. Dari mulai menyabun, membasuh, mengeringkan tubuhnya, semua kulakukan. Aku masih ingat dengan jelas bagaimana kondisi tubuh beliau yang sangat rapuh. Bila teringat dengan style yang demikian kadang saya jadi sedih. Dan akhirnya tepat tanggal 3 agustus 2004 ibuku meninggalkan jasadnya untuk selama – lamanya. Bapak terlihat tegar menerima kenyataan ini, kakak kedua juga tak menampakkan kesedihan mendalam. Hanya saya yang menangis histeris di dalam kamar ibuku. Beberapa saudara mencoba menenangkan diri saya. Di dalam akal, saya bisa menerima kenyataan ini, karena memang itulah ketetapan Allah yang berlaku untuk semua manusia. Tetapi masih saja ada kesedihan di hati ini.

Saya bersyukur mempunyai bapak yang demikian hebat.

Bapak yang SD saja tidak lulus.

Bapak yang hanya seorang kuli banguan.

Bapak yang mampu menyekolahkan anaknya 3 tingkat lebih baik dari dirinya.

Saya bersyukur mempunyai ibu yang luar biasa Hebat.

Ibu yang hanya lulusan SD.

Ibu yang telah membesarkan anaknya dengan kasih sayang, dengan cinta, dan dengan ketulusan yang luar biasa.

Saya bersyukur dengan kondisi masa lalu yang kadang membuat saya sedih, gembira, tersenyum, dan geli.

Kesedihan yang harus disyukuri.

Salam Syukur Penuh Berkah. 🙂
Toha Zakaria

13 Comments »

  1. komentar terhadap artikel ini yang masuk melalui SMS ke HP saya :
    Assalamualaikum. saya ikut terenyuh baca blog anda (oh ibuku…oh bapakku). sebagai anak yang pernah kehilangan ibu, dan sebagai ibu yang sedang berjuang membesarkan anak2, saya bisa merasakan apa yang anda tulis di blog anda. cerita anda menepis kekhawatiran saya. ternyata dunia belum kehabisan orang2 seperti anda, begitu care sama ortu… saya terharu… (ibu NURI-di Bengkulu)

    Comment by TOHA — January 8, 2009 @ 8:17 am

  2. Terus berjuang ha … Saya tahu kamu pasti bisa membahagiakan orang tuamu…

    Kadang saya kangen juga dengan guyonanmu, celotehanmu, sepedamu (bntr lagi bawa mobil ya 😀 ) …

    Comment by misbah — February 18, 2009 @ 3:46 am

  3. Comment sy cuma 1. Kamu pantas jadi penulis sebuah buku !!!

    Comment by Nissa — March 24, 2009 @ 10:42 am

  4. @Misbah.
    Pak misbah.. Terimakasih atas dukunganya. kutunggu kedatanganmu di cikarang.

    @Nissa.
    Aminnn.. menjadi seorang penulis buku BestSeller

    Comment by TOHA — March 24, 2009 @ 6:36 pm

  5. Aku yakin suatu saat sampeyan akan jadi orang yang benar2 sukses H. Tak Doa kan H, smoga sampyeyan segera menemukannya

    Comment by haris — March 23, 2010 @ 9:21 am

  6. @Haris:
    Amin…. terimakasih atas doanya, mas haris. semoga panjenengan selalu dinaungi kebaikan. amin. 🙂

    Comment by TOHA — March 23, 2010 @ 9:33 am

  7. subhanalloh,. terharu saya membaca pengalaman mas toha..
    salut dengan pribadi anda.
    semoga tetap tegar menghadapi hidup, menghidupkan kehidupan, menebar manfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
    barokalloh lakum wa lanaa..

    Comment by naufal abdurrahman — November 30, 2011 @ 10:12 am

  8. @Naufal : Amien..amien YaRob..
    Makasih mas atas kunjungan & doa’nya. Salam kenal. Semoga mas selalu dinaungi kebahagiaan penuh berkah.
    Jazakalloh

    Comment by TOHA — November 30, 2011 @ 11:47 am

  9. […] pelukan malam itu adalah pelukan bahagia terakhir yang kudapat dari mamak. Beberapa bulan kemudian Mamak terserang kanker rahim. “Mamak….. Pelukan malam itu tak akan pernah ku lupakan dan akan selalu kurindukan. Pelukanmu […]

    Pingback by Ikatlah Ilmu Dengan Menuliskannya, Ikatlah Dengan Menge-Blog-kannya » Dan Aku Pun Merindukan Pelukan itu Lagi — May 31, 2012 @ 8:31 pm

  10. kelingan ibuku ha…

    Comment by bondhan — October 14, 2012 @ 10:48 am

  11. membaca tulisan Mas Toha membuat saya semakin menyadari betapa hebatnya orang tua kita dalam setiap perjuangan mereka membesarkan anak-anaknya. Salam hormat buat Bapak. Semoga kelak kita pun mampu menjadi orang tua yang hebat untuk anak-anak kita. Amin!

    Comment by Yunike — March 30, 2013 @ 7:48 am

  12. @yunike. Amin..amin. Salam kenal mbak, terimakasih sangat atas kunjungan & apresiasinya. Salamnya sudah saya sampaikan mbak. salam penuh senyum dari bapak.

    Comment by TOHA — March 31, 2013 @ 2:40 am

  13. […] membonceng sosok wanita tercinta yaitu mamak pergi ke pasar dengan naik sepeda terasa sebagai sebuah kenangan indah yang tak akan terlupa. […]

    Pingback by Antara Yang Dulu Dan Sekarang | Ikatlah Ilmu Dengan Menuliskannya, Dengan Menge-Blog-kannya — October 14, 2013 @ 9:05 am

RSS feed for comments on this post. TrackBack URL

Leave a comment

Powered by WordPress