Lebaran tahun ini benar – benar menyisakan banyak cerita yang mengenangkan. Selama 7 tahun merantau baru kali inilah saya merasakan mudik lebaran tanpa merasakan ber macet – macet ria. Keputusan resign awal tahun ini dari pekerjaan yang sudah memberikan segala – galanya untuk saya telah merubah kebiasaan mudik lebaran yang biasanya mepet menjelang hari H. H-10 pun saya sudah berada di kampung halaman, Pacitan tercinta. Dan hingga artikel ini ditulis saya masih berada di pacitan. Dulu biasanya lebaran 3-4 hari saya harus sudah bersiap – siap ke tanah rantau karena sudah dikejar – kejar Planing LG.
Kembali mengunjungi SMA 1 Pacitan.
Sudah lama saya tak berkunjung lagi ke SMA 1 Pacitan, sekolah yang telah membesarkan ilmu kehidupan untuk saya. Akhirnya tanggal 5 syawal kemarin saya berkesempatan datang lagi ke SMA 1 Pacitan dalam rangka halal bihalal dengan adik – adik Risma (Remaja Islam Masjid). Iya, dulu sewaktu masih sekolah di SMA 1 Pacitan saya pernah menjadi Ketua Ekstrakurikuler Risma. Dan sebagai Karisma (keluarga alumni risma) tentu sudah menjadi sebuah kerinduan untuk bisa bercengkrama dengan adik – adik risma juga sekaligus sebagai ajang bernostalgia mengenang cerita masa SMA bersama Risma. Karisma harus memberikan manfaat sebanyak – banyaknya untuk Risma. Itulah spirit dasar yang terus kami pegang sebagai alumni Risma. Dan perwujudan dari cita – cita tersebut adalah sebuah program yang berjudul “1 Karisma 1 Tahun 1 Buku“. Lewat program “1 Karisma 1 Tahun 1 Buku“ diharapkan para alumni bisa memberikan kepedulian lewat buku yang merupakan jendela dunia. Tentu bukan perkara yang sulit bagi alumni khususnya yang sudah bekerja untuk memberikan tiap tahun 1 buku untuk adik – adik Risma SMA 1 Pacitan. Dan bila ini bisa berjalan tentu akan memberikan sebuah warna yang luar biasa bagi mengalirnya pundi – pundi ilmu bagi adik – adik Risma Darul Ullum SMA 1 Pacitan. Sebagai ketua Karisma tentu saya punya tanggung jawab besar untuk mensukseskan program ini. Semoga diberi jalan kelancaran untuk mewujudkan misi mulia ini.
Setelah mengikuti halal bihalal Risma tak lupa saya bersama beberapa alumni lainnya berjalan menelusuri ruang – ruang kelas yang ada di SMA 1 pacitan. Betapa kenangan berseragam putih abu – abu dimasa lalu menyeruak kembali dalam ingatan kami di siang yang terik ini. Dari segi bangunan, Sekolah yang telah membesarkan kami ini sudah banyak berubah. Bangunan berlantai dua yang dulunya tidak ada sekarang terlihat begitu mendominasi. Saya pun berhenti sejenak di depan kelas 3 IPA III yang dulu pernah saya tempati, dan sejenak saya memejamkan mata memutar kembali film kenangan yang membuat saya senyum – senyum sendiri. Hmmm….masa SMA masa – masa tak terlupa penuh makna.
Panen Jagung
Pulang kampung kali ini saya berkesempatan membantu Bapak panen jagung. Alhamdulillah dapat sekitar 18 karung. Hasil yang tentu tak sedikit untuk sebuah petak tanah yang tak terlalu luas. Jagung dan sawi menjadi tanaman utama Bapak di musim kemarau yang dingin kali ini. Dan hasil dari dua buah tanaman tersebut Alhamdulillah melebihi hasil dari panen padi dimusim penghujan.
Bertemu Teman Lama
Di edisi mudik tahun ini saya diberikan kejutan bertemu seorang teman yang pernah menjadi sahabat dekat waktu di SMP dan SMA, dan sudah lama sekali tidak bertemu (hampir 10 tahun). Dan pertemuan kali ini benar – benar seperti sebuah kebetulan yang tidak kebetulan. Karena memang sejatinya tidak ada yang kebetulan di kehidupan ini. Saya secara tidak sengaja bertemu di pinggir jalan ketika hendak pergi ke indomaret. Akhirnya pertemuan dilanjutkan di malam hari dengan saya berkunjung kerumahnya. Bertukar kabar, cerita, motivasi, menjadi hiasan kehidupan yang penuh syukur. Dia dan istrinya yang saat ini sukses berbisnis bakso banyak memberikan pelajaran penting tentang kesederhanaan hidup. Kalimat “Kaya itu penting, terlihat kaya itu gak penting“ kembali muncul di benak saya malam ini. Menata hati yang damai, menikmati hidup, melatih ketenangan hidup, dan juga melatih kesederhanaan hidup, menjadi sebuah pelajaran penting yang saya dapatkan malam ini dari dia dan istrinya. Sebuah kalimat yang begitu membekas di hati saya dapatkan malam ini, “nduwe yen iso ora kethok, ora nduwe yen iso yo ora kethok“. Kalimat itu saya maknai, kalau pas lapang jangan sombong dan pamer, begitu juga ketika sempit tak usah mengumbar keluhan ke orang lain.
Satu hal yang juga menjadi bahan obrolan adalah tentang pasangan hidup, alias istri, yang saat ini belum juga saya temukan. Dari sang istri saya banyak belajar tentang strategi mendapatkan jodoh yang baik. Berbagai amunisi pengikis kegalauan juga saya dapatkan dari beliau. Jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan lebih 15, dan pertemuan malam itu saya tutup dengan sebuah kalimat yang memang lagi menjadi “mantra“ bagi saya saat – saat ini.
Seorang anak muda terlihat biasa-biasa saja padahal baru saja pinangan cintanya ditolak. Bapaknya pun menyemangati: “gak usah sedih ya nak, semoga dapet jodoh yg lebih baik”. Anak muda itu pun membalas : “Kenapa saya harus sedih Pak, toh saya telah kehilangan orang yang tidak mencintai (menerima) saya, sedangkan dia telah kehilangan orang yang telah mencintainya (menerimanya).”
Salam Penuh Berkah
Toha Zakaria.