Senin pagi akhir bulan Juli. Pukul 7 kurang 15, Saya berangkat menuju OSG (omah sang guru) dari rumah mertua di Gayuhan. Namun sebelum menuju OSG, ada satu urusan yang harus saya selesaikan. Ada pesanan dari toko online saya yang harus dikirim hari ini. Jadi sebelum ke OSG saya menuju arah Arjowinangun untuk menyelesaikan orderan.
Di awal berangkat ada dorongan perintah dari dalam agar kali ini saya lewat jalan etan kali, namun entah kenapa saya abaikan. Saya memilih lewat jalan utama yang biasa saya lalui. Sesampainya bangjo bunderan Tanjung saya diberhentikan oleh lampu merah. Ke OSG lurus, ke Arjowinangun belok kiri. Tidak ada firasat apapun dalam perjalanan pagi ini, selain bersitan pikiran diawal “sebaiknya lewat etan kali”.
Lampu telah berubah menjadi hijau, langsung saya melanjutkan perjalanan. Belok kiri, wadauww…betapa terkejutnya saya, ternyata beberapa meter setelah belokan ada razia lalu lintas. Deg…deg..deg, jantung berdetak lebih cepat, rasa takut seketika datang. Kenapa saya takut?, Lha wong SIM saya mati, efek pandemi belum sempet ngurusi SIM yang memang sudah mati. Seketika langsung ingat dengan sebuah kalimat sakti, “Harap tenang, ada ujian”. Oh iya ya Saya harus tetap tenang, pasrahkan semua pada Allah. Siap ditilang, karena memang salah (SIM mati).
Tarik nafas panjaaaaaang, hembuskan perlahan..sambil saya menggunakan tahap ke-2 dari tehnik THT (The Heart Technique) yang saya dapatkan dari Pak Adi W Gunawan.
Saya langsung meminggirkan sepeda motor saya, tepatnya sepeda motor mertua saya…hehehe ngaku-ngaku. Motor langsung saya ‘jagang 2’, salah satu polisi menghampiri saya, tepat di depan kiri dari motor saya.
“Selamat siang Pak, bisa lihat surat-suratnya”, Pak polisi memulai aksinya.
“Nggih, Pak..sekedap”, kata saya. Padahal dalam hati, “Pasrah Pak, silahkan ditilang”
“Tulung to pak, tak muleh disik, SIM ku keri”, terdengar suara perempuan di belakang saya sedang mengiba ke Pak Polisi. Saya tersenyum mendengar suara percakapan tersebut..
Saya membuka jok motor, mengambil dompet kecil yang memang khusus untuk menyimpan STNK. Kemudian langsung saya serahkan ke Pak Polisi yang posisinya masih didepan kiri dari motor saya. Begitu menerima dompet STNK, Pak Polisi tidak langsung membukanya, namun berpindah posisi ke sebelah kanan motor, dengan saya masih di sebelah kiri motor.
“Pasrah Pak, SIM saya mati”, Saya berkata lirih sambil tangan membuka dompet (SIM), mata mengikuti setiap gerak-gerik Pak Polisi yang sedang membuka dompet STNK. Lembar STNK sudah dibuka, namun sesaat sebelum lembar dibuka, Pak Polisi melihat ke arah sisi kanan dari motor shogun 125 yang saya kendarai. Mungkin ada yang aneh di mata, atau ada yang menarik perhatian beliau. Dalam hitungan detik, STNK belum sampai dicek, tiba-tiba Pak Polisi menyerahkan kembali STNK kepada saya, sambil berkata seperti ini,
“Saya percaya sama Anda, saya percaya, silahkan lanjutkan perjalanan”.
Wadauw, saya terbengong beberapa detik. Kaget, tidak menyangka dengan yang saya hadapi kali ini. Padahal beliau belum lihat SIM saya, lha wong STNK saja belum sempet dicek.
“Terimakasih, terimakasih, terimaksih banget Pak. Semoga bapak dilancarkan rezekinya”, Kalimat spontan yang keluar dari mulut saya.
Saya segera melanjutkan perjalanan. Sempet meneteskan air pembersih mata, saking surprisenya, saking terharunya, saking tak terduganya dengan kejadian yang baru saja terjadi.
Memangnya ada apa dengan sisi sebelah kanan motor Shogun yang saya kendarai? Disitu tertempel banyak stiker Pak Prof Diono, dengan warna dominan biru.
Dari kejadian pagi ini saya mendapat banyak pelajaran dan tentunya peringatan. Khususnya peringatan untuk segera membuat SIM. Hal yang lain adalah perihal mengikuti perintah dari pikiran terdalam (fell), meskipun kadang rada aneh (suruh lewat etan kali).
Dan pelajaran satu lagi adalah tentang TABUNGAN SEMESTA.
Secara sisi material (terlihat) atau sisi fisik/teknis, saya ditolong oleh Pak Prof Diono, Pak Polisi yang melihat tempelan stiker Pak Prof langsung berubah pikiran, entah bagaimana jalan pikirannnya, hanya Allah yang tahu.
Sedangkan secara imaterial atau non teknis, bisa jadi kemudahan yang saya dapatkan di pagi ini adalah akibat dari tabungan perbuatan baik yang telah saya simpan di bank yang bernama semesta. Setiap kita punya tabungan perbuatan baik dalam semesta, yang sewaktu-waktu akan kita tarik tunai, ambil, manfaatkan saat kita dalam masalah, saat kita butuh pertolongan, saat kita butuh keberuntungan. Oleh karena itu setiap kita harus memastikan bahwa saldo tabungan kebaikan dalam semesta selalu ada, jangan sampai nol atau bahkan minus.
Wallohualam.
Salam Penuh Berkah
Toha Zakaria