Dulu di keluargaku semangkok bakso untuk bertiga, sekarang mau makan bakso langsung 2 porsi adalah hal yang bisa dengan mudah diwujudkan.
Dulu memasak menggunakan kayu, dan jika musim penghujan tiba masih teringat susahnya menyalakan api untuk memulai masak dikarenakan kayu yang basah. Sekarang masak tinggal putar tombol sedikit, “Cetex” api langsung menyala.
Dulu sewaktu masa kecil makan dengan mie rebus adalah termasuk sesuatu yang “wah”. Masih teringat jelas berapa harga mie rebus waktu itu, Rp.250. Dan hanya mengenal merek Supermi dengan dua rasa yaitu rasa ayam bawang dan rasa bakso sapi. Dan ketika dikasih oleh – oleh dari saudara yang ada di Jakarta berisi indomie dengan berbagai macam rasa, senangnya sungguh luar biasa. Itu dulu, kalau sekarang? Sekarang semakin banyak pilihan mie rebus baik dari sisi merek maupun rasa.
Dulu sewaktu masa kecil makan dengan mie rebus adalah termasuk sesuatu yang “wah”. Masih teringat jelas bagaimana repotnya memasak seporsi mie rebus di saat – saat tungku dapur sudah tak berapi, dan seringnya terjadi di malam hari. Betapa tidak repot, karena harus menyalakan pawonan (tungku) dari awal. Dan bila perut sudah mendesak untuk di isi biasanya jalur instan ditempuh, yaitu dengan menyiram supermi dengan air termos yang kadang sudah tak terlalu panas. Disiram dengan air termos kemudian ditutup rapat hingga 5-10 menit. Dan tentu rasanya tak se-enak jika direbus. Itu dulu, kalau sekarang? Sekarang mau mau makan mie rebus tiap hari adalah hal mudah untuk diwujudkan, dan kalau mau memasak mie rebus tak lagi repot – repot seperti dulu, tinggal nyalain kompor, “cetex” dengan ajaib api pun nongol dengan sendirinya dari lingkaran besi.
Dulu makan daging kambing – sapi setahun sekali yaitu waku Idul Adha tiba, atau bisa juga saat ada tetangga hajatan. Sekarang makan dengan lauk daging sebuah hal yang mudah diwujudkan.
Dulu sewaktu saat – saat krisis melanda keluarga, Saya kadang makan dengan nasi putih yang dicampur dengan jlantah (minyak bekas) dan garam. Dan kenangan itu masih sangat membekas di lidah hingga sekarang. Itu dulu, kalau sekarang mau makan dengan lauk apa saja sesuai keinginan, lidah rasa – rasanya sebuah hal yang lumrah untuk bisa diwujudkan.
Dulu makan dengan lauk sarden adalah sebuah hal mewah yang nikmat luar biasa. Sekarang makan sarden adalah hal yang biasa dan tak senikmat dulu lagi, sangat merindukan rasa nikmat sarden seperti masa dulu. Bukan karena rasa sarden yang berubah rasa, namun karena berubahnya rasa nikmat lidah digerus kemajuan zaman.
Dulu kalau mau nelpon interlokal dari pacitan ke Jakarta harus ke wartel. Seringnya saya memilih wartel Telkom yang ada di dekat kantor kecamatan yang berjarak sekitar 4 Km dari rumah. Saya memilih datang pagi sehabis subuh karena tarif sebelum jam 6 pagi lebih murah. Sambil nelpon saya juga harus mewaspadai pergerakan tarif di layar untuk berjaga – jaga jangan sampai melebihi jatah uang yang ada di dalam kantong. Itu dulu, kalau sekarang?. Sekarang bisa nelpon darimana saja dan kapan saja cukup dari sebuah benda kecil ajaib berbentuk kotak yang mudah masuk kantong, dan mau menelpon 3 Kali sehari pun sebuah hal yang mudah untuk diwujudkan.
Dulu membonceng sosok wanita tercinta yaitu mamak pergi ke pasar dengan naik sepeda terasa sebagai sebuah kenangan indah yang tak akan terlupa. Apalagi pas naik tanjakan jembatan Arjowinangun, harus mengeluarkan tenaga ekstra dan meregangkan otot – otot tangan dan kaki lebih kuat. Keringat pun bercucuran lebih deras. Dan masih teringat jelas ketika ditengah – tengah tanjakan antara mampu dan tidak untuk menggenjot sampai atas, mamak dengan cepat menawarkan untuk turun saja, “Nak, mamak biar turun saja”. Dengan cepat aku menyahut “gak usah, Pasti bisa kok Mak”. Untung setelah tanjakan ada turunan. Setelah berjuang melawan beratnya tanjakan tak lama kemudian disambut mudahnya melewati turunan. Setelah tanjakan ada turunan, setelah kesulitan ada kemudahan. Itu dulu, kalau sekarang? Sekarang saya juga mendambakan saat – saat indah bisa membonceng sosok wanita yang saya cintai, yaitu Istri. Semoga saya bisa segera dipertemukan dengan sosok istri yang di ridhoi Allah.
Semua kenangan masa lalu, pahit maupun manis akan selalu menjadi sebuah kenangan yang indah dan disyukuri dimasa kini dan nanti.
“Kenangan jauh lebih indah dari sebuah lukisan mahal, dan kesenangan jauh lebih banyak dari sekedar uang” ~ entah siapa ~
Semoga Bermanfaat
Salam Penuh Berkah
Toha Zakaria