Hari ini di medsos banyak dihiasi kabar berita mengenai sosok yang begitu dekat dengan setiap kita, yaitu Ibu. Memang hari ini -22 Desember- bertepatan dengan peringatan hari ibu. Saya jadi teringat sebuah artikel di blog strategimanajemen.net beberapa waktu lalu yang berjudul “Satu Rahasia Kunci yang Akan Menebak Kesuksesan Anak Anda 40 Tahun Kemudian”. Di artikel tersebut mengangkat sebuah hasil riset selama 40 tahun di harvard medical school tentang faktor penentu sukses seseorang. Ada banyak faktor yang mementukan kesuksesan sesorang di masa depan. Namun dari sekian banyak variabel penentu sukses, ada satu yang sangat menentukan dan bisa menjadi sebuah indikator untuk menebak apakah seorang anak akan sukses di masa dewasanya nanti. Faktor penentu itu adalah : tingkat hubungan kedekatan dan kehangatan seorang anak dengan ibunya dimasa kecil.
Saya tidak kaget mengetahui hasil riset yang telah dilakukan selama 40 tahun tersebut. Masa kanak – kanak adalah masa keemasan bagi seorang anak dalam membentuk pondasi hidup yang akan menentukan masa depannya. Otak anak umur 0 – 10 tahun di dominasi oleh pikiran bawah sadar. Pikiran sadar yang cenderung analitik-logis belum begitu dominan di usia tersebut. Padahal pikiran bawah sadar pengaruhnya 9 kali lebih kuat dibanding pikiran sadar. Yang artinya apapun yang diterima anak di usia kekemasan tersebut akan masuk dengan sangat kuat dan menjadi program pikiran yang akan menentukan masa depannya. Dalam hal ini termasuk perhatian orang tua lebih – lebih seorang ibu yang mempunyai tingkat pengaruh paling besar dalam kehidupan seorang anak.
Beberapa tahun yang lalu seorang teman perempuan curhat dan minta saran kepada saya terkait karier dan anak. Teman saya ini tengah dalam kebimbangan antara melanjutkan karier sebagai pekerja pabrik di Ibu kota atau mengurus anak di rumah. Sebagai catatan, anak teman saya ini (umur 3 tahun) sudah hampir 2 tahun “dititipkan” orang tuanya di kampung halaman. Di satu sisi dia ingin meninggalkan pekerjaan untuk kemudian mengurus anak di rumah, di sisi lain dia kawatir apakah gaji suaminya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup jika dia berhenti kerja. Padahal selama ini gaji suaminya lebih kecil dari gaji yang dia dapat. Tentu saya dengan tegas menyarankan dia untuk resign dan mengurus anaknya di rumah. Saya bilang ke dia kalau usia anak 0 – 10 tahun adalah masa – masa penting untuk masa depannya, dibutuhkan perhatian yang benar – benar total dari seorang ibu. Jika nanti anak telah melewati masa – masa emas tersebut, tidak mengapa jika kemudian ingin menitipkan ke simbahnya di kampung, atau mungkin misal memasukkan anak ke pondok pesantren. Untuk masalah rezeki, tidak usah dijadikan kekawatiran yang berlebihan. Rezeki itu tidak bisa di logika seperti matematika. Masa depan anak lebih penting ketimbang mengkhawatirkan rezeki yang kadang kita batasi dengan ketakutan – ketakutan yang belum tentu terbukti.
Dan akhirnya teman saya memilih keluar kerja dan memboyong anaknya ke Jakarta. Ketika bertemu dengannya beberapa bulan yang lalu, saya mendapat kabar yang menggembirakan dari teman saya ini. Penghasilan suaminya Alhamdulillah mencukupi untuk biaya hidup, dan bahkan kini mereka menempati rumah yang lebih besar. Dia sangat bersyukur dengan keputusan yang dia ambil beberapa tahun yang lalu, keputusan keluar dari pekerjaan untuk kemudian mengurus anak di rumah.
Kesimpulannya adalah : masa kecil adalah periode yang penting untuk seorang anak, dan di masa ini peran seorang ibu sangat menentukan terhadap garis kehidupan di masa depan.
Ibu adalah surga bagi anak, dan anak adalah aset dunia-akhirat bagi orang tuanya.
Semoga Bermanfaat
Salam Penuh Berkah
Toha Zakaria.