“Bukan Seberapa Besar Uang Yang Kita Miliki
Bukan Seberapa Besar Gaji Kita
Tetapi Seberapa Pintar Kita Mengelolannya”
Mungkin anda pernah menjumpai di sekitar anda seorang yang berpenghasilan besar, tetapi selalu bekubang dengan kekurangan. Sedangkan orang lain yang berpenghasilan di bawah rata – rata tetapi mampu menjaga keuangan dengan seimbang tanpa berurusan dengan hutang. Seorang manager yang tentunya penghasilannya lebih besar dari seorang yang hanya bagian operator, sering meminjam uang ke sang operator untuk menutupi kekurangan. Atau sebuah keluarga yang suami – istri bekerja tetapi selalu mengalami defisit di akhir bulan. Padahal di keluarga lain yang hanya punya satu mesin uang (suami) tetapi tidak pernah berurusan dengan utang mengutang. Atau seorang yang masih bujang dan sudah bekerja mapan, merokok tidak, melihara anak orang lain (pacaran) juga tidak, tetapi sering mengalami kekurangan di akhir bulan. Sedangkan ada orang lain yang sebaya dengan dia, pekerjaannya sama tetapi sudah berkeluarga dan punya anak yang sudah sekolah, adem ayem tidak pernah berhubungan dengan hutang. Bagaimana fenomena ini terjadi? Apakah memberi uang 500 juta kepada mereka yang punya masalah keuangan akan menyelesaikan masalah?
Anda ingat cerita tahun 90an tentang seorang tukang becak yang mendapat hadiah SDSB 100 Juta?. Seketika itu kehidupan sang tukang becak berubah drastis. Dia tidak lagi mengayuh becak, tetapi telah menjadi juragan becak. Banyak barang – barang baru yang di belinya. Dia menjadi orang kaya mendadak di kampungya. Tetapi apa yang terjadi 5 tahun kemudian? Dia mengayuh becak lagi. Barang – barang yang dia beli telah di jual lagi untuk menutupi hutang yang menumpuk. Ada lagi cerita tentang seorang pengusaha yang usahanya gulung tikar akibat krisis moneter tahun 1999. Akibat krisis multi dimensi (faktor luar) usahanya hancur total. Dan dia hanya meninggalkan utang. Tetapi apa yang terjadi 4 tahun kemudian?. Dia kembali jadi pengusaha sukses. Usahanya bangkit lagi, bahkan omzet usahanya melampaui sebelum saat krisis.
Sang tukang becak hanya mengubah apa yang diluar (fisik) tetapi tidak merubah apa yang di dalam (pikiran). Sehingga seberapapun cepat dan drastisnya perubahan yang ada diluar tanpa diikuti perubahan di dalam, maka perubahan di luar hanyalah sementara, tidak bertahan lama. Selama finansial self konsepnya masih seperti tatkala jadi tukang becak, maka apa yang ada di luar akan menyesuaikan dengan mindset tukang becak. Sedangkan bagi si pengusaha, mengalami kebangkrutan bukan masalah, karena finansial konsepnya sudah finansial konsep kaya. Jadi meskipun faktor luar (krisis) lagi tidak bersahabat tidak jadi masalah besar, karena nantinya perubahan luar tersebut tidak akan bertahan karena akan mengikuti faktor dalam. Jadi selama kecerdasan finansial tidak di rubah, dapat 100 juta pun bukan menyelesaikan masalah, bagi mereka yang sering bergelut dengan masalah keuangan (pengutang). Karena toh beberapa waktu kemudian akan kembali ke habitat semula yaitu habitat pengutang.
Bicara faktor luar dan faktor dalam, saya jadi teringat dengan motivator Tung desem waringin. Beliau mengatakan bahwa dunia berubah dengan cepat. Cara cari uang pun banyak berubah. Bila kita (faktor dalam) tidak pintar – pintar menyesuaikan maka yang terjadi adalah kita akan terlindas oleh kondisi yang ada. Dan pada akhirnya kita menyalahkan faktor luar yang berubah. Padahal kalau kita selalu berusaha berpikir cerdas, maka faktor luar yang cepat berubah tersebut tidak akan menimbulkan masalah bagi kita.
Lalu seperti apakah orang yang mempunyai kecerdasan finansial yang baik?
Sebagai contoh :
Si A berpenghasilan dan pengeluaran 50 juta pertahun memiliki kecerdasan finansial yang lebih rendah dibandingkan si B yang punya penghasilan 30 juta pertahun dengan pengeluaran 25 juta dan masih mampu menginvestasikan sisanya 5 Juta. Dilihat dari ilmu dasar Kehidupan, sebenarnya si A sudah mampu mengelola keuangan dengan baik. Karena si A mampu menjaga agar pengeluaran minimal sama dengan penghasilan. Dalam hal ini A sudah berada dalam keseimbangan dasar dan tidak masuk dalam zona utang. Akan tetapi jika kita melihat dari ilmu kaya, maka si A belum memiliki kecerdasan finansial yang baik. Karena apa yang di dapat dalam 1 bulan hanya untuk 1 bulan juga. Si A mengabaikan faktor tak terduga. Artinya dia mengabaikan potensi kehidupannya di masa depan. Apakah berpotensi sulit? Atau berpotensi mudah kehidupannya kelak? yang belum dia ketahui dengan pasti.
Jadi intinya adalah bagaimana kita mengatur antara penghasilan dan pengeluaran. Agar pengeluaran tidak lebih dari penghasilan. Atau minimal (minim tapi maksimal) sama. Karena kalau tidak direncanakan dengan baik, seberapapun gaji kita maka pengeluaran akan berbanding lurus. Gaji 2 juta habis, gaji 10 juta perbulan pun kurang. Dan di butuhkan pengetahuan yang baik untuk dapat mengelola keuangan dengan baik. Untuk meningkatakan kecerdasan finansial kita bisa melalui seminar, internet, buku, dan lain – lain.
Jadi seberapapun gaji anda sekarang, kelolalah dengan benar. Tidak usah menunggu anda bergaji 15 juta sebulan, 20 juta sebulan, atau 50 juta sebulan.
salam
Toha. Zakaria