Ikatlah Ilmu Dengan Menuliskannya, Dengan Menge-Blog-kannya Rumah Inspirasi Toha Zakaria

January 7, 2009

MENATA KALIMAT MENGUNTAI MAKNA

Filed under: Inspirasi Pribadi — TOHA @ 6:00 am

16 Oct 2008 @ 09:46pm

Nama : muhammad baikhati (nama Samaran)

Pesan:

“Untuk alumni SMA 1 Pacitan yang bernama Dwi T (nama samaran)/ ku mohon berubahlah menjadi lebih baik, sampai kapan antum (kamu) akan bersikap dzolim terus kepada ane (saya) wahai hamba Allah yang terlihat alim dan sholeh. mohon berubahlah jika hati antum memang belum buta, gelap dan keras. Dari saudara seiman yang senantiasa antum dzolimi sampai saat ini. baikhati UNY.”

Kalimat itulah yang mengejutkan saya sekitar pertengahan November lalu. Kalimat yang memiliki makna yang sangat dalam. Sudah lama saya tidak mengunjungi website Sekolah saya SMA 1 Pacitan yang beralamatkan di www.sman1-pacitan.sch.id. Sekitar pertengahan november saya mengunjungi blog tersebut. Ada 2 hal yang membuat saya kaget. Pertama kabar meninggalnya guru biologi yang dulu juga pernah mengajar saya, yang kedua kalimat yang ada di Shout Box komentar blog tersebut. Mengapa saya merasa kaget dengan komentar tersebut? Saya memang tidak kenal dengan pengirim kalimat tersebut, M. baikhati (samaran). Tetapi saya kenal baik dengan nama yang di tuju kalimat tersebut. Beliau adalah teman seperjuangan waktu masih di SMA khususnya semasa di RISMA (Remaja Islam Masjid). Teman saya ini sekarang baru menyelesaikan kuliahnya di Jogja dan telah menemukan tantangan kehidupan baru di daerah selatan Jogja. Ternyata kalimat tersebut sudah ada hampir 1 bulan, dan tentunya selama waktu tersebut sudah banyak pengunjung website tersebut yang tahu akan kalimat tersebut. Seketika itu juga saya segera menghapus komentar tersebut dari website dengan cara menumpuknya dengan komentar baru. Sorenya saya menelpon Dwi T, teman saya untuk mengklarifikasi berita ini. Ternyata Dwi tidak tahu kalau namanya di catut ke muka umum di website SMA. Beliau juga saya kasih tahu kalau pesan tersebut sudah saya hapus.

Cob kita teliti kalimat tersebut dengan NLP.

“Untuk alumni SMU N 1 Pacitan yang bernama Dwi T (nama samaran)/ ku mohon berubahlah menjadi lebih baik, sampai kapan antum akan bersikap dzolim terus kepada ane wahai hamba Allah yang terlihat alim dan sholeh. mohon berubahlah jika hati antum memang belum buta, gelap dan keras. Dari saudara seiman yang senantiasa antum dzolimi sampai saat ini. baikhati UNY.”

Kalimat tersebut mengandung banyak makna tak terlihat (asumsi) yang kurang baik. Mengapa di sebut makna tak terlihat? Karena keberadaannya sangat samar – samar atau halus. Saking samar – samarnya, makna yang kurang baik tersebut akan masuk ke dalam pikiran bawah sadar pembaca secara tidak sadar. dan bisa jadi akan menciptakan “Belief negatif” baru bagi pembacanya.

1. “ku mohon berubahlah menjadi lebih baik”, mempresuposisikan bahwa Dwi T sulit berubah menjadi lebih baik. (Catatan : presuposisi = asumsi)
Coba kita bandingkan dengan contoh lain, bagaimana rasanya.
“Anakku ku mohon berubahlah menjadi lebih baik”,
“Muridku Ku mohon berubahlah menjadi lebih baik”
Bagaimana rasanya? Sama kan? Sama – sama terasa sulit berubah (menjadi lebih baik).

2. sampai kapan kamu akan bersikap dzolim kepada saya”, mempresuposisikan bahwa Dwi T terus menerus berbuat dzolim sampai waktu yang belum diketahui.
Coba kita bandingkan dengan contoh lain, bagaimana rasanya.
“sampai kapan kamu akan membenci saya”
“sampai Kapan Kamu akan membohongi saya”
Bagaimana rasanya? Saya di 2 contoh di atas, sama – sama sedang di benci/dibohongi secara terus menerus. Atau, kamu di 2 contoh diatas, sama – sama sedang membenci/membohongi secara terus menerus sampai waktu yang belum diketahui.

3. “wahai hamba Allah yang terlihat alim dan sholeh, mempresuposisikan bahwa Dwi T sebenarnya tidak alim dan tidak sholeh.
Kata terlihat mengasumsikan bahwa kealiman dan kesholehan Dwi T yang dimunculkan hanya mewakili dari proses Visual. Dan tidak mencerminkan KeAliman dan keSholehan yang sesungguhnya.

4. “mohon berubahlah jika hati kamu memang belum buta, gelap dan keras sama dengan kalimat pertama mempresuposisikan bahwa Dwi T Sulit berubah menjadi lebih baik. Dan mempresuposisikan bahwa sulit berubah di sebabkan hatinya yang buta, gelap, dan keras.
Memang saya jarang ketemu dengan teman saya Dwi T ini. Jadi saya tidak tahu bagaimana detail kehidupan dia sekarang. Tapi apakah elok mengangkat masalah yang terlihat sangat pribadi ke permukaan umum. Bagaimana jika kalimat itu munculnya di harian Kompas atau Detik.com ? bagaimana jika nama yang di dimaksud diganti dengan Presiden SBY dan dimunculkan di harian kompas atau jawa pos. Mari kita coba sekarang dan coba anda rasakan
Untuk alumni SMU N 1 Pacitan yang bernama Susilo Bambang Yudhoyono (misalkan)/ ku mohon berubahlah menjadi lebih baik, sampai kapan antum (kamu) akan bersikap dzolim terus kepada ane (saya) wahai hamba Allah yang terlihat alim dan sholeh. mohon berubahlah jika hati antum memang belum buta, gelap dan keras. Dari saudara seiman yang senantiasa antum dzolimi sampai saat ini. baikhati UNY. (Harian Kompas …. january 2009)

Di tujukan ke bapak SBY dan di muat di Harian Kompas atau jawa pos, kira – kira apa yang akan terjadi?. Bisa jadi akan menjadi sebuah berita besar, dan si penulis akan di gugat ke pengadilan karena dianggap mencemarkan nama baik.
Kembali ke masalah teman saya tadi.
Seandainya yang mengetahui tulisan tersebut adalah orang yang lagi punya masalah dengan Dwi T, bisa jadi akan semakin menebalkan masalah atau bahkan memunculkan sifat buruk baru lagi.

Seandainya yang mengetahui tulisan tersebut adalah orang yang lagi benci dan dengki dengan Dwi T, bisa jadi kebencian dan kedengkian orang tersebut akan semakin kuat.

Seandainya yang mengetahui tulisan tersebut adalah orang yang tidak punya masalah dengan Dwi T atau orang yang hanya tahu Dwi T tapi tidak mengenal secara personal, tentu akan memunculkan asumsi – asumsi baru yang negatif.

Seandainya Dwi T adalah seorang caleg dan tulisan tersebut di baca oleh rakyat yang mau memilihnya, bisa jadi rakyat akan ragu dengan pilihannya tersebut.

Seandainya Dwi T adalah seorang guru dan tulisan tersebut di baca oleh muridnya yang dia didik sehari – hari, bisa jadi muridnya tidak lagi respek terhadap gurunya tersebut.

Kalimat tersebut sejatinya tidak bisa dijadikan kesimpulan mengenai akhlaq Dwi T. Tetapi efek dari kalimat tersebut bisa menimbulkan kesimpulan yang jelek secara utuh bagi mereka yang tidak memahami secara mendalam. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga: hanya karena sebuah kalimat jelek yang keshahihannya masih perlu di pertanyakan, citra baik seseorang jadi ternodai. Sebagai contoh pernah ada kisah tentang seseorang yang sangat menyukai pecel lele, yang tiba-tiba menjadi sangat anti dengan ikan lele, hanya dikarenakan melihat (satu kejadian) suatu kolam lele yang (maaf) dibangun di bawah jamban umum. Apakah setiap kolam lele di bangun di bawah jamban umum? Apakah orang tersebut sudah detail dalam melihat dan menganalisa kolam lele tadi?. Mungkin bertanya ke pemilik kolam tentang saluran jambannya, apakah lele tersebut untuk di konsumsi atau ada fungsi tertentu (bukan di konsumsi).

Sebagai penutup berikut saya kutipkan sebuah Anonim.
Ketika saya masih muda, dan bebas berimajinasi, saya bermimpi mengubah dunia. Seiring bertambahnya usia dan kebijaksanaan, saya mendapati dunia yang tidak berubah, saya pun menyederhanakan keinginan saya dan memutuskan hanya ingin mengubah negeri saya.

Akan tetapi, tampaknya tak ada yang berubah dengan negeri saya. Usia pun kian senja, usaha terakhir saya adalah berusaha mengubah keluarga, orang – orang terdekat. Akan tetapi, lagi – lagi, mereka tetap sama, tak ada yang berubah.

Dan, sekarang, saat saya terbaring sekarat di ranjang kematian, tiba – tiba saya menyadari : bahwa yang seharusnya pertama kali saya lakukan adalah mengubah diri sendiri. Kemudian memberikan katauladanan, saya mengubah keluarga saya. Dorongan dan inspirasi mereka memungkinkan saya memperbaiki negeri dan siapa tahu, saya mungkin mengubah dunia.

Salama Penuh Berkah
Toha Zakaria

2 Comments »

  1. […] energi loyalitas pada orang tua, dan masih banyak lagi. Di pacitan saya juga ketemu dengan beberapa teman semasa SMA. Perjalanan 18 jam pacitan – jakarta menggunakan bis seakan tidak terasa jenuh. Sepanjang […]

    Pingback by Ikatlah Ilmu Dengan Menuliskannya, Ikatlah Dengan Menge-Blog-kannya » Liburan Akhir Tahun — January 16, 2010 @ 5:41 pm

  2. iya H, tulisan sing tak baca mmg profokatif,..
    semoga meraka segera mendapatkan hidayah. walaupun tulisan itu benar, tidak sepantasnya diungkapkan ke publik. karena dengan menyebarkan keburukan orang lain, berarti orang tersebut tidak berjiwa islam,,

    Comment by haris — March 23, 2010 @ 8:18 am

RSS feed for comments on this post. TrackBack URL

Leave a comment

Powered by WordPress