Hari kamis diawal bulan Juli. Hari ini bener – bener menjadi hari yang melelahkan. Kerjaan bener – bener menumpuk, ditambah Plan LG yang “kumatnya” lagi kambuh. Akhirnya pulang malem menjadi keharusan. Jarum jam di dinding sudah menunjukkan pukul 9 malam. “waktunya pulang” pikirku, toh besok kesini lagi. Perutpun ternyata sudah bener – bener longsor karena sampai lupa belum makan. Saya tengok menu catering kurang menggugah selera. Angan – angan pun melayang – layang pada salah seorang temen yang lagi traktiran merayakan Ultah, dan hari ini saya kurang beruntung karena tidak ikut bagian dari peserta traktiran. Aku pun segera berpikir mencari menu makan malam yang cocok. Nasi padang kayaknya cocok. Akhirnya saya mengayuh sepedah menuju pasimal. Hmmm… dan pas banget, sesampai di rumah makan padang menu Gulai Ayam baru mateng dan masih mengepul. Dibungkus dan dinikmati dirumah menjadi pilihan yang menarik, ditambah jarum jam yang terus bergerak semakin melarutkan malam.
Saya pun megayuh sepedah lebih cepat agar bisa segera tiba di “Apartemen”. Baru sekitar 300 meter dari warung padang pandangan saya tersentak oleh sebuah pemandangan di pinggir jalan. Melihat Seorang penjual cobek di pinggir trotoar akhirnya memperlambat laju sepedah saya. Sambil mengayuh pelan – pelan saya terenyuh melihat pemandangan yang barusan melintas di depan saya. Seorang anak kecil bermata sipit berumur sekitar 9-10 tahun menjual cobek ditengah malam larut di pinggir jalan jababeka. Memang di pinggiran jalan jababeka banyak dijumpai penjual cobek, namun penjual cobek yang satu ini bener – bener membuat saya tertegun. Akhir – akhir ini memang saya sering melihat anak itu ada di pinggir jalan jababeka menjajakan cobek dagangannya. Saya pikir dia penjual baru, karena sebelumnya belum pernah saya lihat. Cobek, bukanlah barang yang ‘consumables’, orang beli cobek sangat mungkin setelah sekian tahun baru ganti. Dan betapa sosok kecil dengan dagangan cobek yang bukan barang konsumtif tersbut telah meluluh lantakkan rasa capek dari seharian bekerja. Sambil mengayuh sepedah pelan – pelan perasaan saya bener – bener dibuat terenyuh, dan tak terasa air mata ini pun menetes.
Tanpa pikir panjang langsung saya puter balik untuk kembali ke warung padang. Saya pesen lagi 1 bungkus nasi dengan lauk Gulai ayam yang masih mengepul. Tak lupa saya mampir ke Alfamart yang tak jauh dari situ untuk membeli sebotol Aqua dingin. Saya pun kembali mengayuh sepedah menuju tempat anak kecil bermata sipit tadi menggelar dagangannya. Ciitttt… bunyi rem mendadak dari sepedah saya tepat di depan anak kecil itu. Saya pun langsung menghampirinya dan duduk diatas rumput tepat disampingnya.
“Namanya siapa dek?”, tanyaku memulai obrolan.
“erwin”, dengan singkat dan pelan ia menjawab.
“tinggal dimana dek?”
“di Pom Bensin”
“Ouw kost deket pom bensin?” tanyaku.
Adik kecil itu hanya menjawab dengan menggelengkan kepala. Ups! Saya pun tersentak. Jangan – jangan dia memang benar – benar tidur di pom bensin. Saya pun mencoba mengalihkan topik pembicaraan dan tak lagi meneruskan pembicaraan seputar tempat tinggal.
“dik Erwin asli mana?”
“bandung” dengan singkat dia menjawab.
“wah jauh ya, berati gak sekolah ya?”
“Sekolah”.
“lha kok jualan, kan rumahnya jauh?”
“lagi libur”
Opsss..iya ya ini kan lagi liburan anak sekolah. Seketika runtuhlah ego dalam diri ini. hampir – hampir saya tak kuasa untuk menahan air mata yang sudah di bibir mata.
“sekarang kelas berapa dik erwin”
“Kelas 5, mau naik kelas 6”.
“hari ini sudah laku berapa daganganya?”
“Dia hanya menggeleng-gelengkan kepala”. Doh, betapa membuat saya semakin terharu campur sedih.
“ya dah dek saya pamit dulu ya, yang rajin belajar dan semoga kelak jadi orang yang sukses. Ini saya beliin nasi padang, siapa tahu dik erwin laper”.
Dik Erwin pun mengulurkan tangan menerima sebungkus nasi padang beserta sebotol aqua dengan diiringi senyum yang bener – bener semakin menggetarkan perasaan saya malam ini.
Saya pun meninggalkan erwin dengan seribu pelajaran dan sejuta makna tentang kehidupan. Ditengah perjalanan pulang tak terasa air mata ini terus mengalir cukup lama. Betapa dik erwin yang baru naik kelas 6 SD mengajarkan kegigihan dalam perjuangan hidup. Betapa dik erwin malam ini telah mengajarkan nikmatnya rasa syukur akan rasa syukur yang kadang kita lupakan.
Untuk melihat versi video dari artikel ini, silahkan Klik Disini.
Semoga bermanfaat.
Salam Penuh Berkah.
Toha Zakaria, 31 July 2012
Saya suka dengan tulisan2 anda
Terima kasih telah memberikan banyak inspirasi
Comment by arya — September 9, 2012 @ 12:52 pm
@Arya. Terimakasih atas apresiasinya..
salam kenal.. 🙂
Comment by TOHA — November 13, 2012 @ 8:29 pm