“Saat inilah yang kita miliki karena kemarin bukan lagi milik kita dan esok belum tentu kita jumpai”
“orang yang saya cintai bisa meninggal sewaktu – waktu. Kalau saya sayang sama mereka, lebih baik berbakti ya Sekarang!”
.
Innalillahi wa innaillaihi rojiun..
Penghujung tahun 2020 menjadi hari akhir untuk simbah menghirup udara dunia. Kamis 31 Desember menjelang pukul 14 Simbah menghembuskan nafas terakhirnya. Rintihan air mata deras tak tertahankan, sosok simbah yang sangat dekat dan lekat untuk diri saya. Sosok kedua yang waktu saya masih merantau di Jababeka selalu merindukan tanggal 27 tiba. Banyak cerita, kasih sayang, perhatian, dan kenangan indah dari sosok simbah yang satu ini.
================
MBAH IYEM DAN UANG MAINAN
.
Di sebuah sore yang masih dalam suasana Iedul Adha, Mbah iyem sedang membersihkan kamar anak bungsunya (8 bersaudara) yang usianya sudah lebih dari cukup untuk berumah tangga, namun jodoh tak kunjung tiba. Saat membersihkan kamar, Simbah menemukan dompet lek Mariyanto (ndando) tergeletak di lantai. Akhirnya dilihatnya isi dompet tersebut. Dan betapa kagetnya melihat isi dompet anaknya yang kosong tanpa sepeser rupiah pun.
“Cowok kok dompetnya kosong gak ada duitnya. setidaknya meski cuma 1 lembar harus ada di dompet, karena ini simbol spirit sebagai lelaki yg sedang menunggu jodoh”.
Akhirnya simbah mengambil Uang Mainan anak nominal 100 ribu yang dia temukan di depan rumahnya tadi siang, dan memasukkannya ke dalam dompet anaknya.
Esok paginya ketika simbah sedang menyeruput kopi bersama anaknya yg nomer dua (lek marsono), tiba-tiba lek ndando menghampiri sambil membuka dompet.
“Wah tumben nih, kayaknya mau ngasih duit” pikir simbah iyem.
Sambil mengeluarkan uang pecahan seratus ribu, si bungsu berkata : “mbok simbok, ini uang buat belanja seminggu yah”.
hahahahahahahhaha…simbah tertawa lebar melihat uang yang diberikan padanya adalah uang mainan yang kemarin sore dimasukkan ke dalam dompet anak bungsunya.
===============
MBAH IYEM NAIK PESAWAT
.
“Bapakmu kacek wes ngrasakne numpak montor mabur”
–Bapak mu mending sudah merasakan naik Pesawat terbang—
Begitulah kata simbah ke saya, dan kalimat tersebut sering diulang-ulang.
Terakhir beliau ke Jakarta adalah tahun 2002 ketika mas Luqman menikah. Artinya sudah 10 tahun lebih beliau tidak ke Jakarta. Dan memang secara fisik beliau sudah tidak sanggup lagi untuk melakukan perjalanan naik bis selama kurang lebih 16-20 jam. Di Jakarta, 2 anak, 8 cucu, 13 buyut, selalu merindukan mbah Iyem. Banyak diantaranya yang sudah lama tak bertemu mbah Iyem sampe 10 tahun lebih. Semua itu karena alasan ekonomi.
Akhirnya pada bulan Maret 2013 impian simbah naik pesawat terwujud. Berdua dengan saya berangkat ke Jakarta melalui Jogja naik kereta malam Argo Dwipangga.
Pacitan-Jogja ditempuh kurang dari 3 Jam menggunakan Enggal Travel, lanjut Jogja – Jakarta 8 jam perjalanan.
Saat di kereta simbah bercerita :
“mbiyen nang jamane mariyanto ijik cilik numpak sepur ekonomi ndelosor ningesor, okeh wongamen wongdodol. Pas enek sing ngecek karcis, nyang mbah kimin mariyanto diumpetke ningesor krosen mergo ora nduwe tiket.. jebul konangan, akhire didendo Rp.125”. salah satu cerita tak terlupa dari mbah iyem.
Selama di Jakarta simbah melepas kangen dengan banyak cucunya yang sudah bertahun-tahun tak berjumpa. Hingga akhirnya tiba saatnya kembali pulang ke Pacitan. Saat mendebarkan untuk pertama kalinya naik pesawat terbang, untuk simbah dan juga untukku juga.
Satu kejadian saat di bandara Soeta tak kan pernah terlupa. Saat ada dua pilihan untuk naik ke lantai atas ruang tunggu. Dua pilihan, lewat tangga biasa atau tangga berjalan. Saya tanyakan kepada simbah pilih lewat mana, dengan pede simbah memilih lewat tangga berjalan. Kejadian tak terduga terjadi. Simbah jatuh ‘nggeblag’ ke belakang karena setengah kaget dengan tangga yang tidak biasa. Kedua tangan saya yang tengah memegang tas spontan melepas tas dan langsung refleks menahan simbah agar tidak sampai jatuh ke bawah.
Sampai di atas simbah ditolong seorang bule, dan saya membereskan tas. Ditolong bule, inilah salah satu momen berkesan dan meninggalkan bekas mendalam dalam ingatan simbah selama perjalanan ke Jakarta. Kata simbah, “Ditulung toris”.
Begitu pesawat mulai terbang kami berdua sama-sama tegang, simbah terlihat komat kamit merapal doa, begitu juga dengan saya.
Sesampai di Pacitan, pengalaman naik pesawat dan ditolong turis benar – benar meninggalkan kesan tak terlupakan untuk simbah, tiap ada orang yang ditemui dengan antusias simbah menceritakan pengalaman pertamanya naik pesawat. Tukang sayur, tukang bakso, penjual susu kedelai, tak luput dari cerita simbah naik pesawat.
=================
MBAH IYEM DAPAT KOMPOR BARU
.
Sudah tiga hari Simbah gak bisa masak dikarenakan kompornya rusak. 3 hari itu pula setiap orang yang beliau jumpai dicurhati tentang kompor rusak, gak bisa memasak. mungkin bila cucunya yang begitu banyak bersatu tak akan berat membeli kompor yang harganya 150 ribuan (yg murah). Kompor yang rusak tersebut adalah kompor bantuan dari pemerintah saat awal – awal pengenalan gas melon yang harganya tidak sampai 60 ribu.
Saya pun menyusun kejutan untuk simbah. Membelikan kompor baru di Enggal Dua.
Dan disebuah pagi waktu adzan shubuh berkumandang, ketika hendak pergi ke langgar untuk sholat shubuh, mbah iYem dikejutkan dengan keberadaan sebuah benda kotak yang berada tepat di depan pintu rumahnya. Siapa yang menaruh barang berbungkus kardus ini?. Benda itu adalah sebuah kompor 1 tungku merek Hock. Yang saya beli seharga Rp.245.000 masih tertempel jelas label nama toko Enggal dua.
Pikiran saya pun melayang mengingat kembali sosok alm. mamak, ketika awal tahun 2000 an untuk pertama kalinya punya kompor. Setelah berpuluh – puluh tahun biasa memasak dengan pawonan. Mamak dibelikan mas Luqman kompor minyak tanah merek hock di Enggal dua. Beliau senang luar biasa, namun ada hal mengganjal perihal kompor baru tersebut. Mamak masih wedi-wedi wani (takut) menyalakan kompor baru tersebut. Takut meledak katanya….hahaha. Setiap mengingat kenangan tersebut membuat saya terharu penuh kasih. Terharu mengingat sosok mamak yang sederhana, sosok yang tidak bisa naik sepeda, sosok yang berpuluh-puluh tahun tidak punya kompor, dan sekalinya punya kompor malah takut menggunakannya.
Saya pun menyembunyikan diri perihal pembelian kompor baru ini untuk mbah iyem. Hanya menulis di status FB bercerita bahwa simbah dapat kompor baru dari sosok yang tidak diketahui.
Gara-gara Mufida lah akhirnya simbah tahu siapa yang membelikan kompor baru tersebut. Semua berawal ketika Lek Mariyanto main ke desa sebelah, semanten. Bertemu dengan Mufida yang spontan mengabarkan perihal kompor baru. Sebenarnya mufida tidak bilang kalau toha lah yang membelikan kompor baru, dia hanya ‘nyemantakne’ kabar mbah iyem dapat kompor baru, yang kemudian lek mariyanto menanyakan “kok kowe ngerti ko ndi, Da?”, tentu mufida menjawab dari status fb toha zakaria yang dalam status tersebut hanya menceritakan bahwa simbah dapat kompor baru dari sosok misterius. Namun saking polosnya lek mariyanto, info dari mufida tersebut dijadikan kesimpulan bahwa yang membelikan kompor baru simbah adalah Toha. Info yang asal dan tidak lengkap, namun disimpulkan dengan benar..hahahha
==================
PENGALAMAN PERDANA MBAH IYEM DENGAN KOMPOR BARU
Disebuah Pagi sekitar pukul 9. saya dan Lek Marsono sedang nongkrong di depan rumah. tiba – tiba Simbah keluar dari rumah dengan raut muka sedih-cemas.
“Mar (marsono) engko piye Aku yen dipadoni”.
Deeggg…saya pun kaget sambil menerka-nerka siapa yg simbah maksud. Apa jangan – jangan karena barusan datang Tentara ngecek rumah yg lagi dibangun (Bantuan bedah rumah).
“dipadoni sopo mbok?” Lek marsono membalas dengan cepat.
“Dipadoni mariyanto, iki mau aku goreng tahu wes tak entas, rumangsaku wes tak pateni kompore, terus tak tinggal nyang sumur. ngerti-ngeti kok gosong wajane ngasi bolong, tahune ning serok melu gosong”.
Aku pun menarik nafas panjaaaang. Ternyata simbah ketakutan dimarahi anak bungsunya karena sudah bikin wajan bolong karena gosong di kompor.
ceritanya pagi itu simbah goreng tahu, sudah mateng & sudah ditaruh di ‘serok’, dan kata beliau tombol sudah diputer ke kanan full (mungkin belum KLIK). kompor baru, apinya biru jernih, mungkin ini yang bikin simbah kurang awas, kompor sudah mati atau belum.
.
Dan untungnya secepat kilat salah satu cucu simbah yg baik hati yaitu Ria langsung memberi simbah wajan baru yg kebetulan belum pernah dia pakai.
Lek Marsono pun melerai simbah yang lagi ketakutan.. “Wajane sing gosong diumpetke ae, ojo didudohke ndando. langsung nganggo wajan anyar ae. wonge ora bakal ngecek wajan nyang pawon”.
“tapi maeng Mariyanto ngerti yen aku goreng tahu, ngko piye yen nakok’ke tahune. tahune wes gosong kabeh”.. Simbah menimpali.
Aku pun menambahi : “Mbah tak tuku tahu..sisan tak gorengke”.
kompor baru, wajan + tahu gosong + takut dimarahi.
.
S E L E S A I
==================
Teriring doa terbaik untuk Simbah yang telah berpulang menghadap illahi.
Allohummaghfir laha warhamha wa aafihaa wa fu anha
Allohumma laa tahrimna ajroha walaa taftinna ba daha waghfir lana walaha.
Ya alloh… awal-awal membaca menangis tersedu… eee.. lha kok lama-lama jadi tertawa ngakak…
Tulisan yang powerfulll…
Comment by Elis Zanaresti — May 9, 2024 @ 6:32 am